Ahad 06 Oct 2024 20:08 WIB

Kisah Sayyidina Hasan dan Yahudi

Hasan bin Ali adalah seorang yang sangat cerdas.

Sahabat Nabi (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Sahabat Nabi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diriwayatkan, suatu hari setelah mandi, Hasan bin Ali bin Abi Thalib keluar rumah dengan mengenakan pakaian mewah dan menaiki tunggangan yang bagus. Di jalan, Hasan berpapasan dengan seorang Yahudi miskin yang berpakaian compang-camping. Kesulitan hidup tampak membuat Yahudi itu letih, sementara matahari tengah hari membakar kulitnya. Yahudi itu membawa kendi minuman di punggungnya. 

Sang Yahudi kemudian menghentikan Hasan dan berkata, "Wahai cucu Rasulullah, aku ingin bertanya.” Hasan menjawab, "Apa yang ingin kau tanyakan?"

Baca Juga

Yahudi tersebut berkata, "Kakekmu berkata bahwa dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surganya orang kafir. Engkau orang beriman dan aku kafir. Namun, aku lihat dunia bagaikan surga bagimu. Hidupmu sangat bahagia. Sementara, bagiku kehidupan dunia ini bagaikan penjara. Kesulitanku membuat hidupku menderita dan kemiskinan membuatku sengsara. Bagaimana ini bisa terjadi?"

Hasan menjawab, “Wahai Yahudi, jika aku membandingkan betapa besarnya nikmat yang telah disiapkan oleh Allah kepadaku di akhirat dengan keadaanku seperti ini, seolah aku berada di dalam penjara. Jika kamu membandingkan siksa pedih yang disiapkan Allah kepadamu di akhirat dengan keadaanmu sekarang ini, kamu serasa berada di surga yang luas."

Muhammad Rasyid Ridha mengomentari kisah ini dan berkata, "Hasan bin Ali adalah seorang yang sangat cerdas. Dia memberikan jawaban yang sangat brilian. Dia menjelaskan tentang kondisi kemiskinan yang dialami si Yahudi ibarat surga jika dibandingkan dengan dahsyatnya kesengsaraan siksaan akhirat yang disiapkan bagi kaum kafir. 

Sementara, keadaannya yang bahagia di dunia justru ibarat penjara jika dibandingkan dengan besarnya kenikmatan akhirat yang dijanjikan bagi orang yang beriman dan bertakwa.

Kisah ini dikutip dari buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib yang ditulis Ahmad Abdul Al Al-Thahthawi yang disunting, diterjemahkan dan diterbitkan kembali PT Mizan Pustaka, 2016.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement