REPUBLIKA.CO.ID, Abdul Aziz lahir dan besar di lingkungan Brooklyn, Amerika Serikat (AS). Dia terjebak dalam kehidupan jalanan sejak usia muda. Dia harus kehilangan ayahnya saat berusia tiga tahun. Setelah itu, ibunya meninggalkannya. Abdul Aziz muda harus hidup sebatangkara bersama neneknya.
Sejak berusia 10 tahun, dia pindah ke Bronx pada sekitar awal tahun 80-an. Lingkungan barunya itu dihuni oleh mayoritas warga kulit hitam dan Amerika Latin. Tumbuh dan besar tanpa kasih sayang orang tua, Abzul Aziz mulai berkenalan dengan alkohol dan narkoba hingga akhirnya kecanduan.
Dalam kelamnya hidup, Abdul Aziz mulai ‘merintis’ karier sebagai anggota geng. Dia ikut dalam beberapa operasi perampokan bersenjata dan pengedaran narkoba. Dia pun kerap menjalani perang antar geng demi mempertahankan eksistensi kelompoknya.
Keberanian Aziz membuatnya didaulat menjadi ketua geng di beberapa tempat. “Saya menjadi ketua geng antara 10 hingga 11 tahun. Saya punya geng di Queens, Brooklyn, Manhattan, New Jersy, Philedelphia, saya punya geng di tempat yang berbeda dengan orang yang berbeda,”kata Aziz.
Aziz yang merasa lelah hidup di dunia hitam pun berencana untuk bunuh diri. Hanya, rencana tersebut gagal. Dua jam sebelumnya dia ditangkap oleh polisi. Aziz pun dijebloskan ke dalam penjara.
Pria yang dahulu punya kekuasaan di dunia gangster ini pun mulai merenungi hidupnya. Dia merasa terjebak dan kehilangan arah.
Mendengar suara adzan..