REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan wakaf menjadi satu penyangga keberlangsungan sosial dalam peradaban Islam. Dalam sejarahnya, Rasulullah SAW mensyariatkan wakaf setelah peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah (dahulu bernama Yastrib).
Para sejarawan cenderung berbeda pendapat mengenai siapa yang pertama kali berwakaf. Satu argumen menyebut Rasulullah SAW merupakan pewakaf yang mula-mula. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Umar bin Syabah dari Amr bin Sa'ad bin Mu'ad yang berkata: Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam.
Kaum Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan kaum Anshar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW. Sejarah mencatat, Rasulullah SAW pernah mewakafkan sebidang tanah miliknya untuk dibangun masjid. Pada tahun ketiga hijriyah, Rasulullah SAW juga pernah mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah.
Sementara itu, argumen yang menandaskan Umar bin Khattab sebagai pewakaf pertama bersandar pada hadis riwayat Ibnu Umar. Hadis yang cukup panjang itu memaparkan, Umar mewakafkan tanah miliknya di Khaibar setelah meminta saran dari Rasulullah SAW.
Para sahabat Nabi SAW gemar membudayakan wakaf. Abu Thalhah mewakaf kan kebun kurmanya. Abu Bakar ash- Shiddiq juga mewakafkan tanah miliknya yang di atasnya berdiri rumah penginapan bagi keluarganya bila berkunjung ke Makkah. Seperti Umar bin Khattab, Utsman bin Affan juga mewakafkan tanahnya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib memilih mewakafkan tanahnya daripada menyimpannya sebagai aset yang stagnan.
Mu'adz bin Jabal mewakafkan rumah ke sayangannya, Darul Anshar, untuk kepentingan sosial umat Islam. Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam, dan istri Rasulullah SAW `Aisyah juga berturut-turut mewakafkan hartanya.
Wakaf masih menjadi tren sosial di masa setelah Khulafaur Rasyidin. Dalam era Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, banyak orang berwakaf bukan hanya untuk mengentaskan kemiskinan, melainkan juga memberdayakan modal-modal sosial untuk pendidikan.
"Antusiasme masyarakat (zaman dua dinasti itu) kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial," demikian petikan buku Wakaf terbitan Kemenag RI.
Seorang hakim asal Mesir, Taubah bin Ghar al-Hadhramiy, tercatat sejarah karena mengusulkan pertama kali pen dirian lembaga pengelola wakaf di zaman Dinasti Umayyah. Lembaga ini berada di bawah pengawasan dewan kehakiman negara. Sejak saat itu, administrasi wakaf tercatat secara resmi. Al-Hadhramiy kemudian mendirikan lembaga amil wakaf di Basrah, Irak.
Berikutnya di zaman Dinasti Abbasiyah, ada lembaga pengelola wakaf bernama Shadr al-Wuquuf. Apa-apa kekurangan kelembagaan di zaman Umayyah mendapatkan penyempurnaannya di era tersebut. Di antaranya adalah sistem penggajian para staf pengelola wakaf.