Dalam kitab Ta’bir ar-Ru’ya, Ibnu Qutaibah menjelaskan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar seseorang boleh menafsirkan mimpi. Pertama, ia mengetahui secara mendalam tentang Alquran dan hadis-hadis Nabi SAW. Selanjutnya, orang itu mesti memiliki ilmu tentang hal-hal berikut.
(1) Perumpamaan-perumpamaan atau peribahasa yang berlaku dalam bahasa Arab;
(2) berbagai macam bait-bait sya’ir yang langka;
(3) asal cetak lafaz dalam bahasa Arab;
(4) lafaz-lafaz yang terbiasa berlaku di kalangan orang awam;
(5) tata krama yang baik, bersifat lembut, dan cerdas;
(6) keadaan, tingkah laku, kemampuan, dan tradisi masyarakat;
(7) analogi (qiyas); serta
(8) dasar-dasar penetapan hukum (ilmu ‘ushul).
Tentu saja, persyaratan yang berkenaan dengan bahasa Arab berlaku bagi masyarakat Arab. Adapun bagi Mukminin dari non-Arab, penafsir mimpi perlu memahami kosakata, perumpamaan-perumpamaan, dan tata bahasa yang berlaku di lokal setempat. Pada akhirnya, penakwilan mimpi yang dilakukannya tetap mengharap petunjuk dari Allah agar tafsirannya dapat betul-betul mengarah pada kebenaran serta mendapatkan ridha-Nya.