Selasa 10 Sep 2024 07:48 WIB

Benarkah Ibnu Taimiyah Anti-Tasawuf Secara Mutlak?

Ibnu Taimiyah berdebat dengan Ibnu Athaillah di Mesir.

Sufi  tasawuf (ilustrasi).
Foto: trekearth.com
Sufi tasawuf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inilah kisah tentang iklim keilmuan Islam dalam abad kedelapan Hijriyah. Ketika itu, marak perdebatan tentang tasawuf, terutama yang dikaitkan dengan pemikiran Syekh al-Akbar Muhammad bin Ali alias Ibnu 'Arabi.

Di antara pendukung Ibnu Arabi adalah sang penulis kitab Al-Hikam, Ibnu ‘Atha’illah. Guru besar Universitas al-Azhar itu kerap membela sang sufi kelahiran Andalusia tersebut.

Baca Juga

Pemikiran Ibnu ‘Arabi bukan tanpa pertentangan. Salah seorang yang paling terdepan mengkritiknya adalah Ibnu Taimiyah (w 728 Hijriyah).

Sebenarnya, cukup banyak kesamaan antara Ibnu Taimiyah dan Ibnu ‘Atha’illah. Keduanya sama-sama pakar di bidang fikih. Usia keduanya juga terbilang sebaya.

Kitab Ibnu Taimiyah al-Faqih al-Muadzdzab karya Abdurrahman asy-Syarqawi mencatat bagaimana diskusi yang panjang antara Ibnu Taimiyah dan Ibnu ‘Atha’illah.

Judul buku tersebut secara harfiah berarti 'Ibnu Taimiyah, Ahli Fiqih yang Tersiksa.' Dengan demikian, kentara keberpihakan penulis pada Ibnu ‘Atha’illah.

Namun, apakah Ibnu ‘Atha’illah sendiri memandang Ibnu Taimiyah sebagai musuh? Ternyata tidak begitu.

Dirawikan, pada tahun 700 Hijriyah, Ibnu Taimiyah mengadakan lawatan ke Mesir. Begitu resahnya masyarakat Mesir dengan kedatangan alim ini. Bahkan, beberapa perwakilan warga meminta sultan setempat untuk segera mengusir atau memenjarakan ahli ushul fiqh tersebut.

Mengetahui hal ini, Ibnu Taimiyah lebih memilih dipenjara. Namun, belum tiba keputusan final, ia diminta untuk datang ke Kairo.

Setibanya di kota tujuan pada waktu petang, Ibnu Taimiyah melaksanakan shalat maghrib di Masjid Universitas al-Azhar. Tanpa disadarinya, ternyata Ibnu ‘Atha’illah sudah menjadi makmum di belakangnya.

Sesudah itu, terjadilah dialog berikut ini, sebagaimana dikutip dari buku Sepintas Sastra Sufi: Tokoh dan Pemikirannya karya M Fudoli Zaini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement