REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Brisbane, Australia, menjadi tempat Zainadine Johnson dilahirkan dan dibesarkan. Di sana dia tumbuh menjadi bocah yang sangat aktif berolahraga.
Keahlian bermain telah mengantarkannya menjadi juara sekolah. Para guru dan teman-teman mengapresiasinya. Tak hanya rugby, Johnson juga gemar berselancar.
BACA JUGA: Bacaan Dzikir Pagi Lengkap dengan Arab, Latin, dan Terjemahannya
Namun, usai menempuh pendidikan mendekati milenium ketiga, dia pindah ke Sunshine Coast untuk mencari pekerjaan dan menekuni hobinya berselancar. Di sana dia bergaul dengan teman-teman yang gemar hidup hedonistis. Hobi mabuk-mabukan, mengonsumsi narkoba, dan terjebak dalam pergaulan bebas. Yang menyedihkan, ada temannya yang tewas karena overdosis.
Selama mata mengedip, dia selalu ingin dalam keadaan sadar penuh. "Apa iya saya harus mengikuti mereka? sepertinya tidak. Saya punya jalan sendiri," ujarnya. Dia bertemu calon istrinya, Fernanda Gonzalez, seorang mahasiswa internasional dari Columbia. Mereka menikah pada 1999 dan putra pertama mereka lahir segera setelahnya.
Pada saat itu dia bekerja sebagai konsultan investasi dan keuangan. Dia membantu masyarakat untuk memahami seluk beluk keuangan dan cara pengelolaannya. Ibadah akhir pekan masih terus di jalani. Hingga akhirnya dia terobsesi untuk menjadi manusia suci. Namun dia tidak menemukan cara terbaik.
Kemudian dia mengundang teman-temannya yang Muslim. Mereka berkumpul di rumah untuk bersilaturahim. Johnson kemudian memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya tentang Islam dan segala seluk beluknya. Ketika itu Islam menjadi sasaran fitnah yang luar biasa. Media massa menggambarkannya sebagai agama setan. Penuh dengki dan permusuhan. Namun, gambaran itu sama sekali tak ditemuinya saat berkumpul bersama Muslim.
Dia melihat Muslim adalah sosok yang santun. Mereka melebur dalam kehidupan dan kebersamaan. Johnson menyukai Islam ketika mengetahui agama tersebut tidak memaksa orang lain untuk bersyahadat. "Bagimu agamamu. Bagiku agamaku. Saya suka ajaran yang terdapat dalam surat Al Kafirun itu, ujarnya.
Peselancar ini juga menghabiskan waktu membaca buku tentang Muhammad dan Islam. Di situ dia terkesan dengan perjuangan Rasulullah yang sangat gigih mendakwahkan tauhid dan menginspirasi kehidupan dunia selama ribuan tahun. Dari situ dia semakin meyakini bahwa Islam adalah jalan hidup yang harus ditempuhnya. Dia pun memutuskan untuk mengunjungi Masjid Lab rador untuk bertemu imam di sana.
Saat memasuki masjid, dia melihat orang-orang di dalamnya sangat ramah. Semuanya tersenym "Yang saya ingat tentang masjid adalah semua orang tersenyum, yang sangat berbeda dengan apa yang Anda lihat di TV." Di sana dia menyatakan kesaksiannya bahwa Allah adalah satusatunya Tuhan dan Muhammad adalah utusan-Nya. Pendamping hidupnya juga telah memeluk Islam.
Memberitahukan tentang keislamannya kepada keluarga bukanlah proses yang mudah. Ibunda Imam Zainadine sebelumnya menyuruhnya memilih agama, tetapi bukan Islam. "Saya ingat itu setelah saya menjadi Muslim. Selama sekitar empat bulan aku tidak memberitahunya," jelasnya. Namun ibu mengetahui anaknya sudah berubah. Dia pun pada akhirnya mempersilakan Johnson untuk melanjutkan dan memegang keimanan nya.
Pada 2004, dia membawa istri dan keluarga ke Afrika Utara, suatu perubahan besar yang membawa pada suatu perjalanan penemuan. Men jelajahi negara-negara seperti Suriah, Mesir, Yaman, dan bahkan Indonesia, dia melakukan perjalanan, belajar Islam.