Oleh : KH M Cholil Nafis PhD, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Salah satu isu keluarga dalam Islam yang tidak pernah habis jadi bahas an sepanjang sejarah adalah poligami. Pada tataran tertentu, isu poligami dijadikan 'sasaran tembak' kalangan Islamofobia sebagai ajaran tak ramah terhadap perempuan. Bahkan, ada kalangan menuduh poligami warisan kaum jahiliyah pra-Islam.
Bagi mereka, poligami salah satu bentuk 'kekerasan' terhadap perempuan yang di lindungi undang-undang yang bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan.
Lantas bagaimana Islam memandang poligami?
Bukankah faktanya sepanjang sejarah, Islam mengakomodasi poligami hingga hari ini? Dalam hukum positif kita, UU Nomor 1 Ta hun 1974 tentang Perkawinan juga diatur meski dengan persyaratan ketat.
Dalam Islam, hukum menikah itu sunah, poligami mubah (boleh). Islam tidak pernah mewajibkan penganutnya berpoligami dan tak mewajibkan calon istri dan keluarganya menerima ajakan poligami.
Artinya, dari sisi hukum, poligami bersifat pilihan sepanjang memenuhi syarat khusus, seperti adil, dilakukan dengan suka sama suka, dan ada tekad serta keyakinan sang suami mampu berbuat adil.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS an-Nisa: 3). Jika khawatir tak mampu adil, sebaiknya tidak menjalaninya.
Apa arti adil yang dimaksud Alquran? Menurut Ismail bin Umar bin Katsir Ad- Dimasyqi dalam kitab tafsir Ibnu Katsirnya, adil di sini meliputi kemampuan suami membagi nafkah, tempat tinggal, dan perla kuan nya kepada istri-istrinya.
Apakah manusia mampu berbuat adil? Dalam konteks ini, bersikap adil itu terkait unsur psikologis. Secara fisik, seperti nafkah, rumah tinggal, jumlah waktu gilir mudah dihitung. Namun, terkait cinta dan kasih sayang, sangat kualitatif.
Maka itu, ulama mengatakan, manusia sebenarnya tidak akan mampu adil membagi cintanya kepada istri-istrinya. Inilah esensi QS An-Nisa 129.
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”
Praktik poligami...