Selasa 27 Aug 2024 11:28 WIB

Saat Dinikahi Rasulullah, Apakah Maria Al-Qibtiyah Sudah Bersyahadat?

Istri-istri Nabi cemburu atas kehadiran wanita Mesir itu.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
ILUSTRASI Rasulullah SAW.
Foto:

Pakar sejarah Islam dan ahli fikih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat, mengatakan, pada saat Rasulullah menikahi Maria AlQib tiyah, belum diketahui secara pasti apakah saat itu Maria sudah membaca syahadat atau masih belum. Karena, menurut dia, riwayat yang ada masih simpang siur.

"Riwayatnya itu rada banyak yang simpang siur. Ada yang bilang dia (Maria) belum masuk Islam. Ada yang bilang dia sudah masuk Islam," ujar Ustaz Sarwat kepada Republika beberapa waktu lalu.

Namun, menurut dia, sebenarnya itu bukan masalah pernikahan beda agama karena Maria adalah seorang budak yang dihadiahkan untuk Rasulullah. Menurut dia, saat itu, Maria tidak dinikahi seperti pada umumnya pernikahan yang harus ada akad nikah.

photo
Umat muslim mengunjungi Pemakaman Baqi, Kota Madinah, Sabtu (8/6/2024). Jamaah yang datang ke komplek pemakaman keluarga Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam tersebut diizinkan untuk berziarah dengan cara melintasi dan dilarang untuk berhenti. Di komplek Pemakaman Baqi dikebumikan sejumlah keluarga Rasulullah dan para sahabat. Di antaranya Sayyidah Aisyah, Fatimah, Ali bin Abu Thalib, dan sahabat mulia Utsman bin Affan. - (Karta/Republika)

"Jadi, begitu dihadiahkan kepada Rasulullah, dia (Maria) itu menjadi miliki Rasulullah," kata direktur Rumah Fikih Indonesia ini.

Sama halnya dengan saudari Maria yang bernama Sirin. Menurut Ustaz Sarwat, Sirin juga dihadiahkan Rasulullah kepada salah seorang sahabatnya yang penyair, Hassan bin Sabit. Menurut Ustaz Sarwat, saat itu, Sirin juga tidak dinikahi sebagai perikahan pada umumnya.

Jadi, saat Maria dikirim dari Mesir ke Ma dinah itu, apakah dia sudah baca syahadat dulu atau belum, itu ajayang simpang siur. Tapi, pada dasarnya menikahi wanita ahlul kitab itu banyak dilakukan para sahabat, jelas Ustaz Sarwat.

Walaupun, menurut dia, pada masa pemerintahan Islam selanjutnya, Khalifah Umar bin Khattab mengeluarkan sebuah peraturan yang melarang umat Islam untuk menikahi wanita ahlul kitab. Akhirnya, Umar menjadi seorang khalifah yang keras menolak pernikahan beda agama, baik antara laki-laki Muslim dan perempuan ahli kitab, maupun perempuan Muslimah dengan laki-laki ahli kitab.

"Tapi, Abu Hurairah saat itu ngomel tidak mau mencerahkan istrinya yang ahlul kitab. Orang Allah bilang halal, kenapa Umar bilang haram. Kira-kira seperti itu,"kata Ustaz Sarwat.

Pada awal perkembangan Islam, nikah beda agama memang menjadi tren di masyarakat Arab, di mana mereka senang menikahi perempuan musyrik. Karena biasanya perempuan-perempuan itu mem punyai jabatan bagus dimasyarakatnya atau dengan kata lain mereka adalah perempuan yang berpangkat.

Ustaz Sarwat menjelaskan, nikah beda agama itu juga sempat menjadi tren pada era Khalifah Umar bin Khattab karena pada masa itu umat Islam gencar me naklukkan negeri-negeri yang terdapat perempuan-perempuan ahli kitab.

"Sempat terjadi di era Umar itu. Kan penaklukan Islam itu marak terjadi di masa Umar, ke Syam, ke Suriah, Damaskus, termsuk ke Mesir. Itu kan dulu negeri ahli-ahli kitab. Dan banyak para penkaluk Muslim itu ke sana tidak membawa bini, sampai di sana nikahlah sama ahli kitab," jelasnya.

 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement