Selasa 13 Aug 2024 17:00 WIB

Istana Garuda IKN dan Sejarah Garuda Menjadi Lambang Negara

Istana Garuda IKN merupakan inspirasi keindonesiaan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Sejumlah perangkat upacara berlatih untuk perayaan HUT ke-79 RI di lapangan ucapara Ibu Kota Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (12/8/2024). Perayaan HUT ke-79 RI akan digelar di dua lokasi, yakni di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Jakarta dengan upacara di IKN rencananya akan dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo dan didampingi presiden terpilih Prabowo Subianto.
Foto:

Selanjutnya, pada 26 Januari 1950, Ki Hajar Dewantoro (dari Yogyakarta) lalu mengirimkan surat balasan kepada Sultan Hamid II. Dalam surat itu ia menunjuk Muhammad Yamin untuk memberikan masukan mewakilinya kepada Panitia Lambang Negara.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman Fachturachman Nur dalam tulisannya menjelaskan, berdasarkan bahan dasar berupa gambar-gambar sktesa figur garuda dari berbagai candi di Jawa yang dikirim oleh Ki Hajar Dewantoro, kemudian Sultan Hamid II membuat berbagai sketsa rancangan lambang negara RIS, sebagaimana yang dipercayakan oleh Presiden Soekarno sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (3) Konstitusi RIS 1949.

Dalam pembuatan lambang Garuda ini Sultan Hamid II mengaku hanya diserahi tugas membikin rencana lambang negara tersebut. ”Sebagai Menteri Negara saya hanya diserahi tugas menyiapkan gedung Parlemen dan membikin rencana buat lambang negara. Sampai saya ditangkap dan kemudian ditahan tak ada lain tugas saya," kata Sultan Hamid sebagaiman dikutip dari Buku ”Peristiwa Sultan Hamid II”, (Jakarta: Persaja, 1954), hal. 176.

Selanjutnya pada 8 Februari 1950 rancangan final gambar lambang negara yang dirancang oleh Sultan Hamid II dibawa ke dalam rapat Panitia Lambang Negara. Mengenai gambaran bentuk gambar lambang. Namun, gambar tersebut masih merupakan Lambang Negara RIS Tahap Pertama yang masih diperbaiki oleh Sultan Hamid II.

Mohammad Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab” menjelaskan, banyak gambar yang masuk waktu itu, tetapi yang terbaik hanya ada dua buah, satu dari Muhammad Yamin dan yang satu lagi dari Sultan Hamid II. Lalu, yang diterima oleh Pemerintah dan DPR adalah dari Sultan Hamid yakni seperti sekarang ini. Sedangkan dari Muhammad Yamin ditolak, karena disana ada gambar sinar-sinar matahari dan menampakan sedikit banyak disengaja atau tidak pengaruh Jepang.

Pada akhir Februari 1950, lalu Sultan Hamid II mendapat saran dari Presiden Soekarno untuk menyempurnakan kembali pada bagian bentuk kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang terkesan “gundul” atau mirip elang bondol pada lambang negara Amerika Serikat. Selanjutnya sekitar awal Maret 1950, Sultan Hamid II mengajukan lukisan lambang negara yang sudah diperbaiki khususnya pada bagian kepala Rajawali-Garuda Pancasila.

Gambar tersebut ternyata masih mendapat masukan dari Presiden Soekarno, yaitu pada bagian bentuk cakar kaki yang mencengkram pita yang terlihat menghadap ke belakang terkesan terbalik. Penyempurnaan yang dilakukan Sultan Hamid II hanya tinggal mengubah bentuk cakar kaki sehingga menghadap ke depan, dan bagian lain sudah sama seperti gambar lambang negara sekarang ini.

Pada 20 Maret 1950 bentuk final gambar lambang negara rancangan Sultan Hamid II yang telah diperbaiki tersebut diajukan kembali kepada Presiden Soekarno dan mendapat disposisi persetujuan presiden. Setelah itu, baru lah Soekarno memerintahkan pelukis Istana bernama Dullah (1950-1960) untuk melukiskan kembali gambar tersebut sesuai bentuk final sebagaimana yang telah dibuat oleh Sultan Hamid II, atau seperti yang dipakai secara resmi sekarang ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement