REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kehadiran Islam di Asia Tenggara berkaitan erat dengan jalur perdagangan dan pelayaran yang telah ada sebelum Islam hadir di sejumlah wilayah di kepulauan Nusantara dan Asia daratan.
Secara umum, Islam masuk ke Asia Tenggara melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi atau dengan cara damai. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di dunia lainnya seperti di Arab dan Turki yang disebarluaskan melalui penaklukan.
Hal tersebut disampaikan Dr. Isman Pratama Nasution dari Departemen Arkeologi Universitas Indonesia (UI) saat mengisi Kuliah Umum bertema Menelusuri Jejak Arkeologi Islam di Asia Tenggara di Gedung X Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, Depok, Selasa (6/8/2024)
Isman mengatakan, adapun mengenai pola penerimaan Islam di Asia Tenggara terutama di Nusantara dan Malaysia, mengutip Ahmad M Sewang menyatakan ada dua pola.
"Pertama, Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat atas atau elite penguasa kerajaan (bottom up)," kata Isman.
Kedua, ujar dia, Islam diterima langsung oleh elite penguasa kerajaan. Kemudian disosialisasikan dan berkembang ke masyarakat bawah (top down).
Pola pertama melalui jalur perdagangan dan ekonomi yang melibatkan orang dari berbagai etnik dan ras yang berbeda-beda bertemu dan berinteraksi, serta bertukar pikiran tentang masalah perdagangan, politik, sosial, dan keagamaan.
"Di tengah komunitas yang majemuk ini terdapat tempat mereka berkumpul dan menghadiri kegiatan perdagangan termasuk strategi penyebaran Islam mengikuti jaringan-jaringan imperium yang telah mereka bina sejak lama," ujar Isman.