REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan pada Jumat (26/7/2024) lalum. Dalam aturan terbaru ini, lemerintah memperbolehkan Aborsi secara bersyarat.
Praktik aborsi ini diperbolehkan dengan dua kondisi tertentu yaitu, indikasi kedaruratan medis dan korban tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.
Menanggapi hal itu, Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis mengatakan, peraturan pemerintah itu sudah sesuai dengan ajaran Islam. Tapi, kata dia, di dalam peraturan itu masih kurang ketentuan soal kebolehan aborsi.
"PP 28 tahun 2024 tentang Kesehatan soal aborsi pasal 116-119 sudah sesuai dengan Islam hanya kurang ketentuan soal boleh aborsi karena diperkosa itu harus usia kehamilannya sebelum usia 40 hari, bahkan ulama sepakat tidak boleh aborsi sesudah ditiupnya ruh, usia kehamilan di atas 120 hari," kata Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Kamis (1/8/2024).
Dia pun menunjukkan Fatwa Musyawarah Nasional VI MUI tentang aborsi. Fatwa MUI ini telah ditetapkan di Jakarta sejak 29 Juli 2000 lalu. Dalam fatwa ini, MUI menetapkan dan memutuskan bahwa melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh hukumnya haram.
"Melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu," dikutip dari fatwa tersebut.
Selain itu, ditetapkan juga bahwa melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syariat Islam.
"Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi," dalam fatwa yang ditandatangani Prof Umar Shihab dan Din Syamsuddin tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 pada Jumat (26/7/2024). Peraturan ini merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Pelegalan aborsi untuk korban kekerasan seksual dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 ini tercantum dalam Pasal 116. Dalam pasal ini disebutkan pelarangan aborsi dikecualikan jika ada indikasi kedaruratan medis atau kepada korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
"Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana," demikian dilansir dari Pasal 116 PP No 28/2024.
Namun, tindakan aborsi untuk korban kekerasan seksual baru dapat dilakukan dengan dua syarat. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 118 PP No 28/2024 tersebut. Pertama, dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. Kedua, dibuktikan dengan keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.