Sabtu 20 Jul 2024 16:10 WIB

Perceraian Turun Hingga 10,2 Persen, Ini Kuncinya Menurut Kemenag

Fasilitator dinilai harus memberi contoh keluarga sakinah kepada masyarakat

ilustrasi:kasus perceraian suami istri - Warga menunggu antrean pengurusan surat administrasi di Pengadilan Agama Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/10). Menurut data Pengadilan Agama Kota Bandung, sedikitnya 250 berkas kasus perceraian pasangan suami istri ditangani masuk ke Kantor Pengadilan Agama Bandung dengan 40 berkas kasus perceraian terjadi di kalangan Aparatur Sipil Negara sepanjang tahun 2017 hingga Oktober.
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
ilustrasi:kasus perceraian suami istri - Warga menunggu antrean pengurusan surat administrasi di Pengadilan Agama Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/10). Menurut data Pengadilan Agama Kota Bandung, sedikitnya 250 berkas kasus perceraian pasangan suami istri ditangani masuk ke Kantor Pengadilan Agama Bandung dengan 40 berkas kasus perceraian terjadi di kalangan Aparatur Sipil Negara sepanjang tahun 2017 hingga Oktober.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka perceraian di Indonesia akhirnya mengalami penurunan. Merujuk data  Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 28 Februari 2024, jumlah perceraian pada 2023 sebanyak 463.654 kasus yang turun hingga 10,2 persen dibandingkan pada  tahun 2022 yang mencapai 516.344 kasus.

Kementerian Agama (Kemenag) menyebut penurunan angka perceraian hingga 10,2 persen salah satunya tidak lepas dari peran fasilitator bimbingan perkawinan (Bimwin).

Baca Juga

"Kita berhasil menurunkan angka perceraian yang sangat signifikan. Capaian ini harus kita apresiasi dan syukuri. Kita harus bangga dengan capaian itu dan terus meningkatkan kualitas Bimwin dan fasilitator," ujar Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/7/2024).

Kamaruddin mengatakan fasilitator harus mampu memberi contoh keluarga harmonis dan sakinah kepada masyarakat, utamanya kepada mereka yang akan melangsungkan pernikahan."Betapa banyak dampak perceraian, maka kita harus memberi contoh keluarga sakinah kepada masyarakat," kata dia.

Fasilitator, kata dia, mesti memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang sakral."Setiap orang yang ingin menikah mempunyai komitmen bersama untuk membangun keluarga yang kokoh," kata dia.

Di samping itu, KUA dinilai berperan sangat penting dalam memitigasi dan meminimalkan angka perceraian. Oleh karena itu, dia mengungkapkan, program Bimwin perlu ditingkatkan, mulai dari edukasi, bimbingan, dan penyuluhan tentang sakralitas pernikahan kepada masyarakat melalui berbagai forum dan program.

Dia menilai, Bimwin dapat mengubah paradigma dan cara pandang masyarakat terhadap KUA yang tidak hanya melayani pernikahan, tetapi juga mengambil bagian dalam penyelesaian problematika sosial seperti kawin anak, stunting, perceraian, dan kemiskinan ekstrem.

"Entitas dan peran kita (Kemenag) sangat penting dalam mengatasi persoalan tersebut. Sehingga, kita harus siap dan tegas menerapkan kebijakan calon pengantin wajib mengikuti Bimwin," kata Kamaruddin. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement