Jumat 19 Jul 2024 18:00 WIB

ICJ Keluarkan Opini Hukum Terkait Pendudukan Israel di Palestina

Delegasi Palestina pada sidang tersebut meliputi sejumlah utusan dan duta besar.

Para pengunjuk rasa melakukan protes di depan bianglala The View dekat Gedung Pengadilan menuntut penghormatan terhadap keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) tentang Gaza, di Brussels, Belgia, 5 Februari 2024.
Foto: EPA-EFE/OLIVIER MATTHYS
Para pengunjuk rasa melakukan protes di depan bianglala The View dekat Gedung Pengadilan menuntut penghormatan terhadap keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) tentang Gaza, di Brussels, Belgia, 5 Februari 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Badan peradilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Mahkamah Internasional (ICJ), pada Jumat akan mengumumkan pendapat nasihatnya terkait konsekuensi hukum pendudukan Israel di wilayah Palestina sejak 1967.

Ketua Hakim Nawaf Salam akan menyampaikan pendapat nasihat tersebut dalam sidang publik yang akan digelar di Istana Perdamaian di Den Haag, Belanda, pada pukul 16.00 waktu Palestina (GMT+3).

Baca Juga

Delegasi Palestina pada sidang tersebut meliputi sejumlah utusan dan duta besar. Mereka adalah utusan khusus Presiden Mahmoud Abbas untuk hubungan internasional Riyad al-Maliki, Pengamat Tetap Palestina untuk PBB Riyad Mansour, Asisten Menteri Luar Negeri Duta Besar Omar Awadallah.

Selain itu akan hadir juga Duta Besar untuk urusan multilateral Ammar Hijazi, Perwakilan Palestina untuk organisasi khusus PBB di Jenewa, Ibrahim Khreisheh, Duta Besar untuk Belanda Rawan Sulaiman dan Duta Besar Majed Bamya dari misi Palestina di New York.

Delegasi tersebut akan segera mengadakan konferensi pers begitu sidang di pengadilan selesai digelar.

Inisiatif tersebut bermula dari sebuah resolusi yang diadopsi Komite Keempat Urusan Politik dan Dekolonisasi Majelis Umum PBB pada 11 November 2022, yang meminta pendapat hukum dari ICJ mengenai “konsekuensi hukum atas pelanggaran tanpa henti yang dilakukan Israel terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri”.

Selain itu, atas pendudukan jangka panjang Israel terhadap wilayah Palestina sejak 1967, termasuk aksi pemukiman dan pencaplokan yang bertujuan untuk mengubah komposisi demografis, karakter dan status Yerusalem, serta dampak kebijakan dan perbuatan Israel terhadap status hukum pendudukan dan konsekuensi hukumnya bagi seluruh negara dan PBB."

ICJ mulai mempertimbangkan masalah tersebut pada 26 Februari tahun lalu, mendengarkan argumen dan presentasi selama sepekan dari Palestina dan 49 negara anggota PBB, termasuk Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi, Belanda, Bangladesh, Belize, Bolivia, Brazil, Chile, Kolombia, Kuba, Mesir, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Gambia, Guyana, Hongaria, China, Iran, Irak, Irlandia, Jepang, Yordania, Kuwait, Lebanon serta Libya.

Argumen juga disampaikan Luksemburg, Malaysia, Mauritius, Namibia, Norwegia, Oman, Pakistan, Indonesia, Qatar, Inggris, Slovenia, Sudan, Swiss, Suriah, Tunisia, Turki, Zambia, Spanyol, Maladewa, Fiji, Komoro, dan tiga organisasi internasional yakni Organisasi Kerja Sama Islam (OIC), Uni Afrika dan Liga Arab.

Pendapat penasihat ICJ muncul di tengah meningkatnya tekanan hukum internasional terhadap Israel, kekuatan pendudukan, atas agresi militer yang masih berlangsung di Gaza dan aksi kekejaman yang masih berlanjut di Tepi Barat, termasuk wilayah pendudukan Yerusalem Timur.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement