REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah mencatat, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (wafat 1916) adalah seorang ulama besar Nusantara yang menjadi imam di Masjidil Haram, Makkah (Arab Saudi). Tokoh kelahiran Nagari Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat, ini digelari sebagai ulama perintis ilmu. Sebab, ia berhasil mendidik murid-murid yang pada akhirnya menjadi penggerak perubahan di tengah umat.
Di antara santri-santrinya di Makkah adalah Muhammad Darwisy alias KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari. Masing-masing pada akhirnya mendirikan organisasi yang sampai kini terus berkiprah di Tanah Air, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
BACA JUGA: Reaksi Doktor Gaza Lulusan Unbraw di Pengungsian Saat Tahu RI Impor dari Israel
Buku Cahaya dan Persatuan karya Dandang A Dahlan mengisahkan, nama Ahmad Khatib amat masyhur di kalangan warga Nusantara yang berhaji. Begitu pula dengan orang-orang Nusantara yang mukim dan belajar di Tanah Suci. Mereka ini kerap diistilahkan sebagai kaum Jawi.
Saat pulang ke Tanah Air, mereka menceritakan ihwal Syekh Ahmad Khatib sebagai pengajar di Masjidil Haram. Karena itu, mulai banyak orang Nusantara dari pelbagai daerah Indonesia yang pergi ke Makkah untuk belajar kepadanya.
Sebaliknya, ada keuntungan pula bagi Syekh Ahmad Khatib terkait peningkatan minat orang-orang Nusantara belajar di Haramain. Khususnya mereka yang sama sepertinya, yakni berasal dari Minangkabau. Dari para santri Minang, imam Masjidil Haram ini dapat mengetahui lebih lanjut perkembangan dakwah Islam di Sumatra Barat, kampung halamannya sendiri.
Takdir Allah meneguhkan tokoh ini untuk terus mengabdikan ilmunya di al-Haram. Buya Hamka dalam risalahnya, Ayahku, mengisahkan bagaimana perjalanan Ahmad Khatib hingga pada akhirnya didaulat menjadi imam besar di Masjid Suci.
Pada suatu Ramadhan... Halaman selanjutnya...