REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian adalah sesuatu yang pasti. Tidak ada yang bisa memajukan atau memundurkan waktu yang telah Allah tetapkan itu.
"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan" (QS al-Ankabut: 57).
Karena itu, Islam mengajarkan kepada manusia agar mempersiapkan bekal sebelum ajal menjemput. Berdoalah kepada Allah agar diri terhindar dari akhir yang buruk (su'ul khatimah).
Setiap musim haji, kita kerap mendapati kabar tentang sejumlah jamaah yang menemui akhir hayatnya di Tanah Suci. Bagaimanakah hukum mengharapkan kematian saat menunaikan ibadah haji?
Seperti dikutip dari laman Nahdlatul Ulama (NU) Online, mengharapkan kematian tidak selalu berkonotasi buruk. Bahkan, ia bisa menjadi sebuah sunah apabila dilatari niat atau tujuan yang baik.
Misalnya, berharap mati sebagai syuhada di jalan Allah. Begitu pula dengan harapan untuk wafat di Tanah Suci, yakni Makkah, Madinah, ataupun Baitul Makdis.
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, disebutkan pernyataan Syekh Ibnu Hajar al-Haitami. "Sunah mengharapkan kematian di tempat mulia, yaitu Makkah, Madinah, dan Baitul Makdis, seyogianya disamakan juga dengan tiga tempat tersebut, tempatnya orang-orang saleh.”
Lantas, dapatkan disamakan antara mengharapkan syahid di Tanah Suci dan mengharapkan kematian (saja)? Menurut Syekh Sayyid al-Bashri, mengharapkan kematian di tempat yang mulia sebenarnya bukan termasuk "mengharapkan semata-mata kematian", tetapi mengharapkan kondisi tertentu saat ajal tiba.
Syekh Ali Syibramalisi dan Syekh Abdul Hamid al-Syarwani lebih lanjut memberikan penjelasan. Bila harapan tersebut dikhususkan dengan perjalanan atau tahun tertentu, semisal saat berihram haji atau umrah dan kemudian berharap mati di Tanah Suci sehingga tidak kembali ke Tanah Air, maka itu termasuk berharap kematian.
Berbeda halnya bila seseorang mengharapkan kondisi tertentu saat ajalnya tiba. Misal, dia berdoa menjadi syahid atau berada di Tanah Suci saat ajal menjemput. Seakan-akan, ia berdoa kepada Allah, “Bila Engkau mematikanku, matikanlah aku sebagai syahid atau di Kota Makkah.” Ini sebagaimana doa yang diucapkan Nabi Yusuf AS, “Matikanlah aku dalam keadaan Muslim dan susul-lah aku (golongkanlah termasuk) dengan orang-orang saleh.”
Kesimpulannya, hanya Allah Yang Mahamengetahui waktu kematian tiap makhluk, termasuk orang-orang yang sedang menjadi tamu-Nya di Baitullah. Berdoalah kepada-Nya, mengharapkan agar diri ini menemui ajal dalam kondisi yang baik. Dan, di antara bentuk-bentuk sunah adalah mengharapkan diri sendiri wafat dalam keadaan sedang beribadah di Tanah Suci.
Namun, harapan itu tetap harus disertai dengan semangat untuk menjaga kualitas hidup agar menjadi lebih baik. Jangan sampai diri tergelincir ke dalam keputus-asaan sehingga menganggap kehidupan tak lagi berguna.