REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Fase mabit (menginap) di Mina memasuki hari kedua. Jemaah haji Indonesia secara bergelombang melakukan lontar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah pada hari Tasyrik.
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengimbau jamaah haji yang dalam kondisi tidak memungkinkan melakukan perjalanan ke jamarat untuk tidak memaksakan diri. Lontar jumrah dinilai bisa dibadalkan.
“Jamaah haji dengan risiko tinggi (risti), lanjut usia, disabilitas, serta jamaah yang sedang kurang sehat dan mengalami kelelahan diimbau untuk mengurangi aktifitas di luar tenda Mina,” tegas Kepala Daerah Kerja Makkah yang juga Ketua Satuan Tugas Mina, Khalilurrahman di Mina, Arab Saudi, Senin (17/6/2024) lewat keterangan tertulis kepada Republika.
Menurut Khalilurrahman, suhu di Mina juga sangat panas, yakni mencapai di atas 40 derajat Celsius. Sementara itu, perjalanan dari tenda Mina ke Jamarat juga lumayan jauh. Jaraknya mencapai sekitar 4 km untuk sekali jalan.“Jamaah dapat mewakilkan/membadalkan pelaksanaan lempar jumrah kepada jamaah lain atau petugas,” sambungnya.
Khalilurrahman meminta kepada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah KBIHU untuk mengkoordinasikan pelaksanaan badal lempar jumrah bagi seluruh jamaah binaan yang lansia, risti, disabilitas, sakit, kelelahan dan kurang sehat secara fisik.
Mabit di Mina menjadi tahapan terberat fase puncak haji Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Sebab, jamaah tinggal lebih lama di tenda Mina. Selain itu, jika di Arafah dan Muzdalifah jamaah relatif hanya berdiam di tenda, di Mina ada aktivitas lontar jumrah. Karena itu, ikhtiar menjaga kesehatan sangat diperlukan. Jamaah diimbau untuk tidak memaksakan diri dalam melontar jumrah.