Rabu 12 Jun 2024 06:02 WIB

Marak Perceraian Sebab Persoalan Ekonomi, Berapa Sebenarnya Nafkah Minimal untuk Istri?

Perceraian kerap dipicu persoalan ekonomi

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi menikah. Perceraian kerap dipicu persoalan ekonomi
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Hampir di setiap kabupaten dan kota di Indonesia, perceraian yang terjadi disebabkan faktor ekonomi. Istri menganggap suaminya tidak memberikan nafkah yang mencukupi kebutuhan dirinya dan anaknya.

Dalam ajaran agama Islam, berapa nilai atau besaran nafkah yang wajib diberikan suami kepada istrinya? KH Ahmad Sarwat Lc pada laman Rumah Fiqih menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pendapat ulama terdahulu.

Baca Juga

KH Ahmad Sarwat menjelaskan, hak istri atas nafkah dari suaminya dijamin 100 persen dalam syariat Islam. Ada begitu banyak dalil tentang kewajiban suami memberi nafkah harta kepada istrinya.

Namun besarannya memang tidak diatur secara pasti di dalam Alquran atau pun sunnah, sehingga para ulama juga berbeda pendapat dalam menetapkan besarannya.

Namun umumnya para ulama berpendapat agar nilai nafkah itu disepakati bersama, antara kedua belah pihak dari suami dan istri sehingga ketentuannya seperti dalam hukum jual-beli, yaitu pembeli wajib membayar harga barang yang dibelinya. Kewajiban itu memang perintah syariah.

Tetapi berapa nilainya, tentu harus sesuai dengan kesepakatan di antara penjual dan pembeli.

Maka idealnya berapa nilai nafkah yang menjadi kewajiban suami itu ditentukan sejak sebelum pernikahan dilakukan, serta menjadi salah satu faktor penentu apakah sebuah lamaran itu diterima atau tidak.

Kurang lebih menjadi satu paket dengan nilai mahar yang juga perlu disepakati sebelum pernikahan.

Namun sayangnya, dalam prakteknya, setiap ada persiapan pernikahan, urusan nilai mahar dan nafkah malah sama sekali tidak diotak-atik. Sebab yang diributkan hanya kostum, katering, gedung, kartu undangan, acara, hiburan dan hal-hal yang sifatnya insidentil.

Tetapi berapa nafkah dan mahar yang menjadi kewajiban suami dan menjadi hak istri, sepertinya dianggap main-main semata.

Maka kalau di tengah perjalanan rumah tangga, tiba-tiba ada keributan tentang jatah nafkah buat istri, bisa saja suami mengelak dengan mudah. Karena memang tidak ada kesepakatan apapun atas nilai yang wajib dibayar oleh suami.

Berapa angka nilai mahar saja tidak disepakati, apalagi nilai nafkah. Alhasil, secara hukum yang hitam putih, maka pihak istri tentu tidak bisa menuntut apa-apa, kalau sudah bicara angka.

Memang dalam Alquran disebutkan bahwa suami wajib memberi nafkah secara makruf. Ayatnya memang jelas seperti ini

. . . . .وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ. . . . . . . Kewajiban ayah (suami)

menanggung makan (memberi rezeki) dan pakaian mereka (istri) dengan cara yang makruf . . . (QS Al-Baqarah Ayat 233)

Tetapi berapa angka..

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement