Selasa 04 Jun 2024 08:40 WIB

Haruskah Muslimah Berangkat Haji dengan Mahram?

Adanya mahram haji bukan untuk membatasi kebebasan Muslimah dalam melakukan ibadah.

Jamaah haji perempuan asal Mali.
Foto: AP Photo
Jamaah haji perempuan asal Mali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musim haji sudah tiba. Saat ini, sebagian saudara-saudara kita sedang berada di Tanah Suci guna menunaikan rukun Islam kelima tersebut.

Kesempatan berhaji janganlah disia-siakan, minimal sekali seumur hidup. Terlebih lagi, tidak semua orang Islam memiliki kemampuan untuk berangkat ke Tanah Suci.

Baca Juga

Khususnya bagi perempuan Islam, ada persiapan khusus yang harus diperhatikan. Jamaah Muslimah hendaknya ditemani mahramnya saat menunaikan ibadah haji.

Ketentuan ini dilandaskan pada hadis riwayat Imam Bukhari. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya."

Mendengar itu, seorang laki-laki bangkit seraya berkata, "Wahai Rasulullah, istriku berangkat hendak menunaikan haji, sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini."

Beliau berkata, "Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama istrimu."

Ketentuan harus ditemani mahram berdasar hadis di atas ternyata menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang mewajibkan jamaah haji Muslimah harus ditemani mahramnya berdasarkan kaidah tertulis di atas.

Selain itu, kalangan ulama yang mewajibkan juga menguatkan pendapatnya dengan beberapa hadis lainnya. Ambil contoh, dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Janganlah seorang wanita bepergian selama tiga hari kecuali bersama mahramnya" (HR Ahmad).

Pandangan ini diambil oleh ulama-ulama Maliki. Menurut para fukaha dari mazhab ini, ibadah haji bagi seorang Muslimah harus disertai suaminya, atau salah seorang mahramnya, atau seorang teman wanita yang dapat dipercaya. Kalau semua itu tidak ada, maka tidak wajib baginya melaksanakan ibadah haji.

Adapun ulama dari mazhab Hanbali secara tegas mewajibkan adanya suami atau mahram. Sebab, hal itu merupakan syarat kemampuan (istitaah) wanita melaksanakan haji. Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Kalau seorang wanita tidak ada suami atau mahramnya, maka ibadah haji tidak wajib atasnya."

Pendapat tersebut didasarkan pada hadis Nabi SAW, "Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian selama tiga hari atau lebih, kecuali bersama ayahnya atau suaminya atau anaknya atau saudaranya atau mahramnya" (HR Bukhari dan Muslim).

 

Bagaimana pandangan mazhab Syafii?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement