REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Calon jamaah haji Aceh yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) pertama yang sudah berada di Tanah Suci dilaporkan sudah mulai menerima pembagian dana wakaf Baitul Asyi. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Aceh mengatakan, nilai pembagian uang wakaf tersebut sama dengan tahun lalu. Wakaf tersebut dikembangkan dari hanya berbentuk rumah hingga pengelolaan hotel mewah.
“Alhamdulillah, pembagian uang wakaf Habib Bugak Asyi tahun ini masih sama dengan tahun lalu yaitu 1.500 riyal per jamaah,” kata Ketua PPIH Embarkasi Aceh Azhari di Banda Aceh, Ahad (2/6/2024).
Dana wakaf Baitul Asyi bagi 393 orang jamaah kloter pertama tersebut diserahkan oleh Pengelola Wakaf Syeikh AbdulLatif Baltou pada Sabtu (1/6) malam. Wakaf Baitul Asyi merupakan wakaf yang diberikan oleh Habib Abdurrahman bin Alwi atau yang lebih dikenal sebagai Habib Bugak Asyi, khususnya untuk jamaah haji asal Aceh.
Syekh Abdul Latif Baltou, seorang nazir yang sudah 17 tahun mendapatkan amanah dari Mahkamah Kerajaan Arab Saudi menjadi nazir Baitul Asyi. Menurut Syekh Baltou, dana hasil wakaf itu sudah dibagikan untuk jamaah Aceh sejak 16 tahun lalu. Nilainya mencapai 70 juta riyal.
Saat ditunjuk sebagai nazir Baitul Asyi, Syekh Baltou mengaku menemukan hanya sedikit aset peninggalan Habib Abdurrahman bin Alwi alias Habib Bugak, sosok yang mewakafkan rumah di sekitar Masjidil Haram. Syekh Baltou kemudian mengembangkannya lewat bisnis berupa tiga hotel mewah dan berbagai unit usaha di Makkah dan di sekitar Masjidil Haram. Alhasil, wakaf produktif tersebut bisa menghasilkan.
Dia lantas datang ke Indonesia untuk bertemu dengan menteri agama saat itu, almarhum Maftuh Basyuni. Ia kemudian bersepakat dengan sang menteri untuk membagikan uang kepada jamaah haji Aceh sebagai ganti dari biaya tempat tinggal mereka selama di Makkah dan Madinah.
Saat memberikan kuliah umum di UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, pada 2017, nazir wakaf Baitul Asyi lainnya, Prof Abdurrahman Abdullah Asyi, berkisah mengenai sosok di balik adanya Baitul Asyi, yakni seorang saudagar Aceh bernama Habib Bugak Samalanga.
Dia membeli sejumlah rumah di Makkah pada 1224 H/1800 M. Habib Bugak lantas membuat kesepakatan dengan otoritas Saudi jika rumah tersebut dihibahkan kepada jamaah haji atau pelajar asal Aceh yang menuntut ilmu di Makkah.
Hanya saja, rumah-rumah itu terkena perluasan Masjidil Haram serta pembangunan hotel. Pihak Saudi kemudian membuat kompensasi dari tidak menginapnya jamaah Aceh di perumahan wakaf Habib Bugak yang kemudian dibayarkan dalam bentuk uang wakaf lewat Baitul Asyi.
Kompensasi dari tidak menginapnya jamaah Aceh di perumahan wakaf Habib Bugak dibayarkan dalam bentuk uang wakaf lewat Baitul Asyi. Menurut Abdurrahman, wakaf tersebut telah dikelola dengan baik dengan nazir yang profesional. Pengelolaannya bahkan dilakukan oleh warga keturunan Aceh. Di Saudi bukan hanya ada wakaf Aceh. Ada pula wakaf Malaysia, Pakistan, hingga Palembang. Hanya saja, dia menjelaskan, wakaf Aceh menjadi yang terbesar.