Rabu 15 May 2024 12:35 WIB

Salafi Bahayakan Negara Ancam Persatuan Umat, akankah Dilarang Seperti Malaysia?

Keberadaan salafi di suatu negara kerap bahayakan negara

Rep: Fuji E Permana, Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi. Keberadaan salafi di suatu negara kerap bahayakan negara
Foto: Antara/Retno Esnir
Ilustrasi. Keberadaan salafi di suatu negara kerap bahayakan negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Fenomena kelompok yang mengaku sebagai salafi sedang mencuat kembali. Berbeda dengan Indonesia, Malaysia lebih terlebih dahulu melarang eksistensi kelompok ini. Malaysia bahkan berlaku tegas dengan menangkap para pengusung ‘aliran’ salafi di negeri jiran itu.  

Menanggapi fenomena tersebut, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Fahrur Rozi yang akrab disapa Gus Fahrur mengingatkan masyarakat agar berhati-hati karena ada kelompok salafi yang sangat berbahaya.

Baca Juga

Gus Fahrur mengatakan, kaum salafi diidentikkan kepada sekelompok umat Islam yang kaku dan rigid dalam memahami teks-teks keagamaan. Mereka mengusung slogan kembali ke Alquran dan hadist, kemudian mereka memahaminya secara tekstual, tanpa memandang kearifan budaya masyarakat.

"Mereka (kelompok salafi) menjadi terpecah dalam tiga kelompok yaitu salafi murni, salafi politis dan salafi jihadis, ini yang terakhir (salafi jihadis) paling berbahaya dan harus diwaspadai oleh umat Islam Indonesia," kata Gus Fahrur kepada Republika.co.id, Selasa (14/5/2024).

Gus Fahrur mengatakan, salafi jihadis memiliki lima doktrin dan praktik. Yaitu tauhid, akidah, takfir, al wala wal bara, dan jihad. Mereka ini akan memerangi siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka. Bahkan jihadis modern memerangi pemerintah yang tidak menerapkan syariah Islam.

"Keberadaan kelompok salafi di berbagai negara seringkali menjadi sumber perpecahan umat Islam, karena mereka (kelompok salafi) menganggap kelompok mereka sendiri yang paling benar dan meyakini semua pendapat yang berbeda adalah salah," ujar Gus Fahrur.

Kepada masyarakat, Gus Fahrur mengingatkan, hendaknya umat Islam berhati-hati dalam memilih guru agar tidak salah. Sebaiknya umat Islam ikuti madzhab yang dianut oleh mayoritas Muslim Indonesia, yaitu ajaran Islam ahlussunnah wal jama'ah saja, agar tidak terjadi kesalahpahaman dan perpecahan sesama umat Islam Indonesia.

Sebelumnya, Pakar Sosiologi agama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abd Faiz Aziz mengatakan, kelompok NU dan Muhammadiyah adalah kelompok keberagamaan yang mapan di Indonesia. Dua organisasi besar ini telah mempunyai banyak masjid dan lembaga pendidikan umat.

"Namun belakangan muncul kelompok keberagamaan yang sering disebut dengan salafi masuk pada masjid-masjid NU dan Muhammadiyah dengan tujuan mengembalikan praktik keberagamaan yang benar menurut mereka, kaffah, sesuai dengan praktik keislaman zaman Nabi dan Salafus Shalih," kata Faiz. 

Menurut Faiz, kaum salafi tersebut menyasar masjid-masjid NU dan Muhammadiyah, karena dua organisasi keislaman ini menjadi penguasa madzhab keberislaman di Indonesia. 

"Kelompok Salafi ini memiliki semangat dakwah dan mencoba memberikan alternatif penjelasan dari keislaman yang dipraktikkan NU dan Muhammadiyah. Pelan-pelan mereka merebut ruang masjid meski belakangan NU dan Muhammadiyah memiliki ragam reaksi atas munculnya kelompok ini," kata Faiz. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement