REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan kekerasan yang marak terjadi di pesantren atau di lembaga pendidikan lainnya harus disikapi secara lebih moderat dan proporsional.
Menurut Haedar, jangan sampai dengan maraknya kasus kekerasan di pesantren mengeneralisasi pesantren bukan tempat yang aman untuk memasukkan anak-anak ke pesantren.
"Karena itu karena ini lembaga pendidikan maka pemecahan pun dengan pendekatan pendidikan," ujar Haedar saat ditemui di sela peluncuran buku "Jalan Baru Moderasi Beragama: Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir" di Auditorium Perpusnas Nasional, Jakarta, Senin (4/3/2024) malam WIB.
Kasus kekerasan di pesantren kembali mencuat. Kasus terbaru yakni meninggalnya seorang santri Pondok Pesantren Miftahul Huda, Lampung yang diduga meninggal saat mengikuti kegiatan kenaikan sabuk pencak silat di pondok tersebut.
Sebelumnya kekerasan di pesantren juga terjadi ponpes di Kediri dan Malang, Jawa Timur.
Menurut Haedar pekerjaan ke depannya adalah harus memperkaya konsep pendidikan yang lebih holistik. Haedar ingin yang ditekankan bukan sekadar pada aspek pengetahuan tapi juga sikap dan pengamalan beragama yang lebih baik.
Namun Haedar menegaskan siapapun jika melihat kekerasan perlu dilakukan langkah yang bersifat indakan. Di saat bersamaan juga dilakukan pembinaan sewajarnya dan antara tindakan dengan pembinaan harus berjalan secara simultan.
"Memang kita harus punya rancang bangun bangsa ini memecahkan masalah-masalah kekerasan di berbagai aspek kehidupan tapi ya pendekatannya harus tetap moderat berbasis pada sistem karena dengan sistem kita bisa memecahkan masalah-masalah kekerasan juga secara holistik," kata Haedar.
Haedar mengakui bahwa semua sistem memiliki kelemahan masing-masing baik itu di pesantren atau lembaga pendidikan lainnya. Kendati demikian kekurangan tersebut harus dipecahkan.
"Kontrol ya mekanisme kontrol harus dilakukan, baik internal maupun eksternal karena sebaik sistem apapun kalau minim kontrol itu memang akan ada terbuka banyak atau sejumlah penyimpangan," tuturnya.
Sebelumnya, secara terpisah Pengasuh Ponpes Tebuireng, Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir atau ragu dalam memasukkan putra-putrinya ke pondok pesantren, setelah kejadian memilukan tersebut.
Menurutnya, salah satu hikmah yang bisa dipetik dari kejadian ini adalah untuk menggugah kesadaran masyarakat agar lebih selektif dalam memilih pondok pesantren untuk putra-putrinya.
"Yaitu pondok pesantren yang memiliki tradisi pendidikan luhur dan memiliki garis keilmuan yang jelas atau mutawattir," ucap cicit dari Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari tersebut.
Baca juga: Bawah Masjid Al Aqsa Penuh Terowongan, Mitos Kuil Sulaiman dan Sapi Merah yang tak Muncul
Menurut Gus Kikin, dalam situasi seperti ini, masyarakat harus tetap tenang dan bijak. Masyarakat harus terus mempercayai pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang kokoh dan amanah.
"Namun, kita juga harus lebih kritis dan selektif dalam memilih pondok pesantren yang sesuai dengan nilai-nilai Islam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah An Nahdliyyah yang benar," ujar Gus Kikin.
Gus Kikin berharap agar kejadian ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk meningkatkan kualitas pendidikan di pondok pesantren. Peristiwa ini juga menurutnya menjadi momentum untuk memastikan bahwa setiap lembaga pendidikan Islam beroperasi sesuai dengan standar yang ditetapkan.