REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan menjadi jembatan semua kelompok memang tidak mudah. Pasalnya, sebagai jembatan mempunyai tugas penghubung dari ujung ke ujung.
Hal tersebut disampaikan oleh Haedar dalam peluncuran buku "Jalan Baru Moderasi Beragama: Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir" di Auditorium Perpusnas Nasional, Jakarta, Senin (4/3/2024). Sejumlah tokoh hadir antara lain Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, Kapolri, Listyo Sigit Prabowo, Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, Susi Pudjiastuti, dan Ustaz Adi Hidayat.
"Menjadi jembatan diinjak-injak tapi harus kuat," ujar Haedar.
Namun menurutnya dalam menjalankan peran sebagai jembatan maka kuncinya adalah ketulusan. Menurutnya ketika menggali ketulusan maka akan bertemu dengan sikap jalan tengah yang lebih otentik.
Dan menyebarkan gagasan dan sikap jalan tengah harus dilakukan bersama-sama. Karena ia meyakini dengan tantangan yang berat maka akan sulit tersebar secara luas cepat jika tidak dilakukan bersama-sama. Ia mengajak kepada para tokoh agar ikut menyebarkan gagasan jalan tengah dalam segala aspek kehidupan.
Semua orang harus refleksi diri. Termasuk menghadapi realitas yang tak terkatakan. Kalau ada yang keliru kita perbaiki," kata Haedar.
Mengenai buku tersebut, Haedar mengaku sejatinya tidak setuju dibuatkan biografi. Ia sempat menolak ketika tim penulis meminta izin membuat buku tersebut. Namun Haedar terpaksa menyetujui karena tim dengan cerdik menyodorkan draf buku ke penerbit.
Ia menjelaskan alasan tidak begitu senang dengan biografi karena merasa belum menjadi bapak bangsa. Dan ia juga tidak terbiasa merayakan hari kelahiran. Sebab Haedar mengaku lahir dari keluarga biasa.
Sebagai orang yang lahir dari keluarga biasa, Haedar merasa harus menjadi lebih baik. Keinginan tersebut ia bawa dalam memimpin PP Muhammadiyah. Maka setelah menggali lebih dalam tentang konsep moderasi maka seharusnya tidak hanya fokus ke bidang keagamaan saja. Oleh karena itu, katanya, moderasi keindonesiaan mempunyai konsep yang lebih luas dan masuk ke lini kehidupan berbangsa dan bernegara.