Rabu 14 Feb 2024 18:13 WIB

Refleksi Pemilu 2024, Ketum PP Muhammadiyah Tekankan Soal Integritas, Moral, dan Etika

Pemilu yang bersih, beretika dan nirkencurangan harus menjadi komitmen seluruh pihak.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Gita Amanda
Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir memperlihatkan jarinya yang sudah dicelupkan ke tinta usai menggunakan hak pilih di TPS 12, Kampung Rukeman-Peleman, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY, Rabu (14/2/2024).
Foto: Republika/Silvy Dian Setiawan
Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir memperlihatkan jarinya yang sudah dicelupkan ke tinta usai menggunakan hak pilih di TPS 12, Kampung Rukeman-Peleman, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY, Rabu (14/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan refleksi pelaksanaan Pemilu 2024. Dalam refleksinya tersebut Haedar bicara soal integritas, moral, dan etika dalam seluruh pelaksanaan pesta demokrasi. Jika terjadi pelanggaran, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui jalur hukum yang ada.

“Proses pemilu harus mengikuti prinsip demokrasi. Dari, oleh, dan untuk rakyat secara bebas tanpa tekanan dan rintangan. Rakyat berhak menjalaninya dengan gembira, berbeda, dan lapang dada,” ucap Haedar dalam siaran ‘Quick Count Pemilu 2024’ yang disiarkan secara daring, Rabu (14/2/2024).

Baca Juga

Dia menyatakan, penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta berbagai lembaga terkait niscaya berintegritas tinggi. Di mana semuanya menjadi wasit dan mengatur kontestasi politik yang adil, profesional, objektif, berintegritas. dan bertanggung jawab tinggi sebagaimana perintah konstitusi.

“Sebagai wasit, pertanggungjawabannya bersifat moral keduniawian bahkan hisab Tuhan bagi kaum beriman di hari akhir kelak,” kata dia.

Haedar menuturkan, pemilu yang bersih, beretika, dan nirkencurangan harus menjadi komitmen seluruh pihak yang berkontestasi. Pemilu bersih tanpa penyimpangan menjadi dan mesti menjadi komitmen dan budaya politik seluruh elit dan warga, serta penyelenggara negara dan komponen bangsa.

“Setelah Inodnesia yang melewati lima kali pemilu di era reformasi, maka semestinya menjadi pembelajaran politik yang berharga,” terang Haedar.

 

Dia mengatakan, pemilu tahun ini niscaya lebih baik, lebih bersih, dan lebih bermartabat sejalan peraturan dan ketentuan yang berlaku disertai etika luhur bernegara. Seluruh pihak, kata dia, akan lapang hati jika kontestasi pemilu berjalan sebagai mana mestinya tanpa insiden dan presiden buruk.

“Bilamana dalam pemilu terdapat masalah, penyimpangan, dan kecurangan yang sejatinya tidak perlu terjadi, maka penyelesaiannya melalui jalur hukum dan ketentuan yang berlaku,” jelas dia.

Penyelesaian sengketa pemilu secara hukum, kata Haedar, ditegakkan dengan lurus disertai kejujuran, akuntabilitas, keterbukaan, dan etika luhur pihak penyelenggara pemilu dan institusi negara yang terkait. Dia meminta para penegak hukum memberikan rakyat kehormatan tertinggi dengan menjaga konstitusi dan martabat pemilu yang bersih.

“Karena pemilu dengan seluruh proses demokrasinya adalah milik rakyat Indonesia. Hindari suasana kebencian dan permusuhan antarsesama,” tutur Haedar.

Dia meminta semua pihak, baik elit maupun warga, untuk berintrospeksi diri bagaimana menjadi teladan terbaik dalam mengikuti dan menyelenggarakan kontestasi demokrasi yang berisikan jiwa, hikmah, kebijaksanaan dan permusawaratan. Jangan memilih asal memilih apalagi memilih karena materi dan persona duniawi.

“Kekurangan dan kealpaan pada pemilu-pemilu lalu jangan diulangi agar pemilu 2024 selain berjalan bersih, sekaligus melahirkan dan berhasil memilih para pemimpin Indonesia yang autentik dan menjadi suri tauladan bangsa untuk membawa Indonesia ke puncak jaya,” kata dia.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement