Kamis 08 Feb 2024 16:05 WIB

Kemukjizatan Isra’ dan Mi’raj Sebagai Ujian Keimanan

Mukjizat Isra’ dan Mi’raj yang merupakan bukti kekuasaan Allah SWT.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
 Seorang wanita menggendong seorang anak kecil saat Muslim merayakan Isra dan Miraj di Kota Tua Yerusalem 11 Maret 2021.
Foto:

"Maka, diriwayatkan ada segelintir orang Islam yang lemah imannya, murtad setelah mendengar peristiwa (Isra’ dan Mi’raj). Sungguh, peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan Ikhtibar Imani, ujian keimanan," ujar Kiai Kusyairi yang juga Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Jakarta.

Kiai Kusyairi menegaskan, disinilah keimanan yang berbicara. Jadi, membaca peristiwa yang menakjubkan dan spektakuler ini harus dengan Qiro’atul Iman, bacaan keimanan.

Iman kepada kekuasaan Allah. Iman kepada Kun Fa yakun-Nya, Dzat yang Maha Besar dan Agung. Keimanan kepada hal-hal yang ghaib.

Penyebutan ”memperjalankan hamba-Nya” pada Surat Al-Isra' Ayat 1 menunjukkan pemuliaan dan penghormatan pada Rasulullah SAW, bahwa beliau adalah hamba Allah yang mendapatkan derajat atau posisi istimewa di sisi-Nya. Namun, posisi kehambaannya tidak sampai melebur dengan posisi ketuhanan seperti keyakinan para pemeluk agama Kristen pada Nabi Isa Alaihissalam.

Penyebutan "hamba-Nya” menurut Profesor Wahbah Az Zuhaili, juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW di-Isra’-kan dengan ruh dan jasad dalam keadaan bangun dengan mengendarai Buraq, bukan dalam mimpi dan dalam keadaan tidur seperti pendapat sebagian orang.

"Dalam kajian tafsir Sayyid Quthb rahimahullah, bahwa rihlah (perjalanan) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa adalah rihlah pilihan Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. Perjalanan ini menghubungkan akidah-akidah tauhid yang besar sejak nabi Ibrahim dan Ismail Alaihissalam sampai Nabi Muhammad SAW. Serta menghubungkan  tempat-tempat suci bagi agama-agama samawi," kata Kiai Kusyairi yang juga Pimpinan Pesantren YAPIDH Bekasi.

Kiai Kusyairi mengatakan rekreasi spiritual ini sepertinya ingin memaklumatkan pewarisan Rasul terakhir terhadap tempat-tempat suci para Rasul sebelumnya. Bahwa tempat-tempat suci itu tercakup dalam risalah Nabi Muhammad SAW sehingga hubungan keduanya sangat erat sekali. Hal ini menunjukkan betapa perjalanan monumental itu telah menembus dimensi zaman dan tempat serta menyiratkan makna-makna yang lebih luas dari sekedar makna yang tertangkap pada pandangan pertama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement