Selasa 06 Feb 2024 13:26 WIB

AS Akui Diam-Diam Gelar Serangan ke Irak.

Sebelumnya Gedung Putih mengklaim Washington sudah menginformasikannya ke Baghdad.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Anggota Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) Syiah Irak di dekat gerbang setelah dilaporkan terjadi serangan drone di markas keamanan di Baghdad, Irak, (4/1/2024).
Foto: EPA-EFE/AHMED JALIL
Anggota Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) Syiah Irak di dekat gerbang setelah dilaporkan terjadi serangan drone di markas keamanan di Baghdad, Irak, (4/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON-- Amerika Serikat (AS) mengakui tidak memberitahu pemerintah Irak sebelum menggelar serangan udara ke negara itu. Sebelumnya pejabat Gedung Putih mengklaim Washington sudah menginformasikannya ke Baghdad.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel mengatakan pemerintah Irak hanya diberitahu setelah serangan ke target-target yang diduga memiliki koneksi dengan Iran. "Irak, seperti semua negara di kawasan, memahami akan ada respon setelah kematian tentara kami. Untuk tanggapan khusus hari Jumat (2/2/2024) belum ada pemberitahuan sebelumnya, kami segera memberitahu Irak setelah serangan dilakukan," kata Patel seperti dikutip dari Aljazirah, Selasa (6/2/2024).

Baca Juga

Klarifikasi ini disampaikan setelah juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Washington sudah memberitahu pemerintah Irak sebelum melakukan serangan. Pada Senin (5/2/2024) kemarin Kirby mengatakan ia menjawab pertanyaan wartawan dengan "informasi yang ia miliki saat itu."

"Itu tidak sespesifik yang seharusnya, dan saya menyesalkan kebingungan yang ditimbulkan," katanya. "Meskipun demikian, kami tidak merahasiakannya, baik pemerintah Irak maupun jalur publik, kami akan merespon serangan ke tentara kami, dan kami melakukannya, pada faktanya memberitahu pemerintah Irak, sesuai dengan standar prosedur resmi," tambahnya.

Pada Jumat, (2/2/2024) Presiden AS Joe Biden memerintahkan serangan udara ke 85 target yang diduga memiliki koneksi dengan Garda Revolusi Iran di Irak dan Suriah. Sebagai balasan atas serangan drone yang menewaskan tiga tentara AS di Yordania pekan lalu.

Irak mengecam serangan itu yang menewaskan 16 orang termasuk warga sipil itu sebagai pelanggaran kedaulatan yang membahayakan keamanan di kawasan. Juru bicara pemerintah Irak Bassem al-Awadi membantah negaranya membantu mengkoordinasikan serangan.

"Washington membuat klaim palsu yang bertujuan mengelabui opini masyarakat internasional dan menghindari tanggung jawab hukum," katanya. Beberapa bulan terakhir ketegangan antara Washington dan Baghdad semakin memanas. Setelah pemerintah Biden menggelar serangan ke wilayah Irak sebagai respon atas serangan-serangan ke pasukan AS sejak pecahnya perang Israel di Gaza.

AS menuduh kelompok-kelompok yang didukung Iran sebagai pelaku serangan-serangan itu. AS memiliki 2.500 tentara di Irak, warisan dari koalisi perang melawan ISIS. Bulan lalu Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan AS akan memulai perundingan dengan Baghdad mengenai penarikan pasukan yang dipimpin AS di Irak. Sambil mempertahankan hubungan keamanan kedua belah pihak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement