Ahad 28 Jan 2024 20:10 WIB

Tiga Jalan Sunyi Menuju Kematian dan Menghadap Allah SWT Kelak

Kematian merupakan keniscayaan untuk setiap makhluk

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ziarah kubur (ilustrasi). Kematian merupakan keniscayaan untuk setiap makhluk
Foto:

Hamba harus berusaha melakukan hal ini dalam semua urusannya dengan orang lain, dan harus meneliti hubungan pribadi dengan hati-hati untuk memastikan bahwa seseorang tidak berlaku tidak adil terhadap orang lain.

Seseorang harus berusaha untuk membebaskan dirinya dari hak-hak orang lain dengan cara mengembalikan harta miliknya, memberikan kompensasi atas apa yang telah dikonsumsinya, dan melakukan penebusan atas ghibah atau menjelek-jelekkan orang lain.

Perkataan yang merugikan seperti ini adalah kesalahan besar, dan seseorang tidak dapat terbebas darinya kecuali dengan (meminta maaf kepada) orang yang tertindas.

Seorang hamba harus memohon ampun kepada setiap orang yang pernah disakitinya dalam hidupnya melalui ghibah atau kata-kata menyakitkan lainnya.

Jika orang yang dizalimi menolak, hendaknya orang tersebut bersikap baik kepadanya sehingga hatinya pada akhirnya condong pada pengampunan.

Jika orang yang terzalimi itu meninggal dunia atau tidak bisa dijangkau, hendaknya hamba itu memperbanyak amal salehnya sampai dia telah melakukan amalan yang dia yakini cukup bagi orang yang terzalimi jika amal saleh itu diberikan kepadanya pada hari kiamat.

Ketahuilah, bekal yang cukup untuk perjalanan ini adalah dengan menaati perintah Allah SWT, menjauhi larangan-Nya, dan berusaha melakukan banyak amalan tambahan.

Perbuatan baik adalah sarana untuk meningkatkan derajat spiritual seseorang. Semakin banyak amal saleh yang dilakukan seseorang, maka semakin bertambah rasa aman dan keimanan seseorang.

Kesimpulannya, bekal perjalanan ini terdiri dari melakukan atau tidak melakukan perbuatan sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT.

Kedua, memutuskan ikatan penghalang

Seorang musafir bisa saja diikat oleh orang-orang yang memberinya utang. Seolah-olah merekalah yang memegang ujung pakaiannya dan mencegahnya dari bergerak menuju tujuannya.

Untuk melanjutkan perjalanannya, musafir harus membebaskan dirinya dari mereka dan memutuskan semua hubungan dengan mereka.

Demikian pula, keterikatan yang menghalangi seseorang untuk melakukan perjalanan menuju akhirat sangatlah banyak. Namun semua itu terkait dengan kecintaan terhadap dunia ini, kerinduan terhadapnya, dan kecenderungan hawa nafsu terhadapnya.

Seseorang yang tidak memiliki kekasih di dunia ini benar-benar siap menghadapi kematian. Barangsiapa yang mencintai seseorang di dunia, namun ternyata cintanya kepada Allah SWT lebih kuat dan mendalam di dalam hatinya, maka ia juga siap, meski kadarnya tidak seperti dulu.

Tanda seorang hamba benar-benar cinta kepada Allah SWT adalah ia tidak merasa benci terhadap kematian, kapan pun kematian itu datang. Keengganan terhadap kematian merupakan tanda bahwa dunia dan kedudukan seseorang di dalamnya lebih dicintai seseorang daripada bertemu Allah SWT di akhirat.

Barangsiapa yang tidak menyukai kematian karena ia belum memperbaiki kesalahan yang dilakukannya terhadap orang lain atau mengatasi kelemahan dalam dirinya, boleh dimaafkan atas ketidaksukaannya, namun hamba tersebut belum dapat dianggap siap untuk perjalanan selanjutnya.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement