REPUBLIKA.CO.ID, AMBON- Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Maluku, Abidin Wakano mengemukakan bahwa Maluku menjadi laboratorium perdamaian dunia pascakonflik 1999.
"Prediksi banyak orang tentang pemulihan kondisi keamanan pascakerusuhan membutuhkan waktu 20 sampai 50 tahun baru kembali normal, namun faktanya hari ini di luar prediksi ternyata hanya dalam waktu beberapa tahun saja kita punya success story yang luar biasa, dan ini menjadi sebuah catatan dan cerita yang baik untuk semua orang," kata Abidin Wakano di Ambon, Senin (22/1/2024).
Hal itu dikatakan Abidin dalam dialog bersama tokoh masyarakat dan tokoh adat menyoroti 25 tahun konflik sosial yang terjadi di Maluku.
Menurut dia, seiring berkembangnya kemajuan zaman, dan didorong dengan keinginan kuat untuk bersatu di bawah Bhinneka Tunggal Ika, masyarakat Maluku menunjukkan perdamaian kepada dunia hanya dalam waktu singkat.
Menyoroti hal tersebut, Abidin Wakano meminta seluruh masyarakat Maluku agar cerdas dalam melihat situasi dan kondisi yang terjadi.
Masyarakat diminta tidak mudah terprovokasi dengan isu yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pasalnya, bisa saja isu yang dihembuskan itu hanya untuk membuat Maluku tidak aman.
"Konflik sosial 1999 harus menjadi bahan renungan kita semua karena konflik itu dampaknya sangat luas dan besar bagi kehidupan orang Maluku," ujarnya.
Menurut dia, konflik kemanusiaan yang melanda Maluku tersebut boleh dikatakan sebagai salah satu konflik sipil terbesar pada abad ini. Konflik itu sudah banyak memakan korban jiwa dan harta benda.
"Mari kita banyak belajar bahwa konflik dan kekerasan membuat kita ambruk dan kita perlu belajar banyak dari konflik pada tahun 1999 lalu," katanya.
Maluku, kata dia, menjadi laboratorium untuk orang belajar tentang bagaimana mewujudkan perdamaian dalam waktu cepat. Kendati begitu, memang ada satu atau dua hal yang perlu dibenahi bersama.
"Secara umum Maluku kembali pulih dari konflik sosial dengan waktu yang sangat cepat sehingga pantas menjadi laboratorium perdamaian di Indonesia bahkan di dunia," ujarnya.
Oleh sebab itu, Wakano meminta seluruh masyarakat Maluku agar dapat menjaga hubungan silaturahmi dan toleransi yang sudah terjalin dengan baik.
"Saya sangat mengharapkan adanya ketahanan dari masyarakat Maluku khususnya pada tahun politik ini sehingga jangan sampai terbawa dengan polarisasi politik identitas dan sebagainya," ucapnya.
Menurut dia, tujuan dari berdemokrasi itu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. "Oleh karena itu, saya bersama beberapa rekan saya, para tokoh agama, tokoh adat, para latupati akan selalu menjadi alarm pengingat untuk Maluku yang aman dan damai," kata Wakano.
Sementara itu, Pendeta sekaligus Guru Besar Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Jhon Ruhulessin menyampaikan bahwa sejarah konflik sosial di Maluku merupakan suatu pelajaran dan pengalaman berharga bagi segenap orang Maluku khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Ia berharap konflik sosial jangan sampai terjadi lagi.
"Mari kita menatap masa depan yang lebih baik ke depan, sebab tanpa pembelajaran itu kita akan salah arah dalam menjalani kehidupan sebagai masyarakat yang majemuk yang berbangsa dan bernegara dengan asas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945," katanya.
Baca juga: 5 Pilihan Doa Ini Bisa Jadi Munajat kepada Allah SWT Perlancar Rezeki
Sebagai refleksi konflik Maluku 25 tahun lalu, Ruhulessin mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus memperkuat hubungan persaudaraan.
"Mari kita menegaskan komitmen kebangsaan kita, komitmen kemalukuan kita untuk betul-betul menata masa depan, sebab konflik itu ternyata tidak menyelesaikan permasalahan tetapi malah menimbulkan permasalahan dan kekerasan baru," ujarnya.
Mantan Ketua Sinode GPM ini juga mengajak masyarakat agar terus belajar membangun Maluku ke depan, baik dari sisi kehidupan berbasis budaya maupun sosial.
"Menjelang Pemilu ini mari kita tetap menjaga hubungan persaudaraan dan silaturahim yang baik, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama," tuturnya.