Jumat 19 Jan 2024 13:02 WIB

Arya Wedakarna Marahi Guru, Pakar Pendidikan: Menurunkan Wibawa Sekolah

Arya Wedakarna diketahui memarah guru di depan umum dan videokan.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
 Arya Wedakarna diketahui memarah guru di depan umum dan videokan. Foto:  Arya Wedakarna.
Foto: Screenshot
Arya Wedakarna diketahui memarah guru di depan umum dan videokan. Foto: Arya Wedakarna.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pengamat Pendidikan Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah, turut mengkritisi aksi senator asal Bali, Arya Wedakarna, yang kembali menuai kontroversi. Arya Wedakarna kali ini menegur guru SMK Negeri 5 Denpasar, Bali, yang menghukum siswa karena terlambat hingga membuat siswa tertinggal dua mata pelajaran.

Menurut Jejen, meskipun Arya seorang anggota DPD Bali, tindakannya tetap tidak pas, apalagi aksinya itu dilakukan di depan siswa, direkam, hingga diviralkan di media sosialnya. Dia mengatakan, tindakan guru yang menghukum siswa menulis adalah sebagai bentuk hukuman ketika siswa tersebut melanggar aturan sekolah.

Baca Juga

“Tindakan ini sangat tidak tepat karena guru punya otonomi dalam mendidik siswa. Sekolah punya tata tertib yang harus dijalankan dengan segala konsekuensinya,” ujar Jejen kepada Republika, Jumat (19/1/2024).

Namun, apa yang dilakukan Arya Wedakarna itu, menurut sudut pendang Jejen, justru dapat mencederai peraturan sekolah dan membuat siswa mudah untuk melanggar kembali. “Siswa terlambat sedikit tidak apa-apa asal selamat di jalan, apalagi kondisi DPS macet.” ujar Arya dalam unggahannya di media sosial.

Menurut Jejen, hukuman yang diterapkan pihak sekolah kepada siswa yang terlambat datang, adalah untuk melatih tanggungjawab mereka sebagai siswa. Karena tentu saja, sejak pertama kali mereka melangkahkan kaki di sekolah, artinya mereka harus siap mengikuti aturan di sekolah tersebut, termasuk jam masuk sekolah.

“Anak-anak harus belajar tentang tanggung jawab yaitu menerima hukuman atas pelanggaran aturan. (Tetapi) Tindakan yang bersangkutan (Arya) bisa menimbulkan kesan siswa bisa mudah melakukan pelanggaran,” ujar Jejen.

Dengan adanya peristiwa ini, Jejen berharap sekolah-sekolah tetap konsisten menegakkan aturannya, agar siswa menjadi individu yang berkarakter, khususnya dapat bertanggung jawab.

“Inkonsistensi (justru) akan berdampak pada ketidakpatuhan siswa dan turunnya wibawa sekolah dan guru. Sekolah dan guru harus membimbing dan mendesain perilaku siswa bukan sebaliknya. Selama guru berpegang pada aturan yang sudah disepakati tanpa kompromi, maka sekolah dan guru akan bernilai bagi siswa dan masyarakat,” paparnya.

Sebelumnya, dalam unggahan di media sosial pribadi Arya Wedakarmna, dia menyoroti metode disiplin yang dilakukan pihak sekolah kepada siswa yang terlambat. Menghukum siswa menulis 1,5 jam hingga tidak mengikuti dua pelajaran, membuat Arya memanggil guru BK sekolah tersebut untuk datang ke kantornya.

"Siswa terlambat hanya 3 menit, tapi diberi tugas hingga 1,5 jam menulis tugas yang tidak ada hubungan. Dengan alasan tugas literasi, siswa sampai ketinggalan 2 Mata Pelajaran. Menurut DPD RI AWK Siswa terlambat sedikit tidak apa-apa asal selamat dijalan, apalagi kondisi DPS macet. DPD RI menolak juga HP siswa dikumpulkan diruang BK karena BK "curiga" siswa main HP saat dpt tugas. Lokasi SMK Negeri 5 Denpasar (admin) @jokowi #wedakarna #wedakarnasmkn5denpasar,” tulis keterangan di unggahan @aryawedakarnasuyasa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement