Rabu 29 Nov 2023 19:04 WIB

Kota Falujah: Saksi Bisu Pembantaian yang Dilakukan Zionis Israel, Begini Ceritanya

Falujah merupakan tempat Israel membantai banyak orang tak berdosa.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Erdy Nasrul
Pasukan Irak berswafoto saat menyerang kedudukan pasukan ISIS di Falujah, Irak.
Foto:

Abdel Nasser melanjutkan, pada siang hari, komandan mengeluarkan perintahnya untuk menjauh dari Dangour, sehingga batalionnya kembali ke Rafah untuk menemukan laporan resmi yang disiarkan di Kairo. "Yang mengatakan bahwa kami telah berhasil menyelesaikan operasi untuk membersihkan Dangour," jelasnya.

Batalyon ke-6 menguasai Gaza, dengan bergerak dari Rafah. Pada 12 Juli 1948, pasukan tentara Mesir berusaha merebut kembali koloni “Najba”, namun gagal. Pertempuran berakhir dengan kekalahan setelah serangan tersebut berubah menjadi bencana. Gamal Abdel Nasser terluka dalam pertempuran ini oleh peluru yang hampir membunuhnya, karena dekat dengan jantungnya.

Pada September 1948, Gamal Abdel Nasser sembuh, tetapi kelompok Zionis telah mengepung tentara Mesir yang ditempatkan di Faluja dan Irak al-Manshiya. Mereka menolak semua tawaran penyerahan diri selama hampir 7 bulan. Jalur pasokan makanan dan senjata bagi tentara Mesir terputus.

Dampaknya, para prajurit Mesir hidup bersama orang-orang Palestina dalam kehidupan solidaritas dan desakan konfrontasi. Penduduk sangat antusias untuk menyediakan makanan dan segala sesuatu yang mereka butuhkan, dan mengabdikan diri untuk melayani mereka.

Salah seorang warga kota Faluja yang menjadi saksi sejarah, Muhammad Mustafa Al-Najjar, menyaksikan momen tersebut. Dia mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Aljazeera bahwa selama berbulan-bulan, tentara Mesir bergantung pada biji-bijian, domba, dan sapi yang tersedia di Faluja.

"Mereka akan membeli dan memberikan surat-surat yang membuktikan harganya kepada penduduk, untuk mendapatkan kembali nilainya dari markas komando Mesir di Betlehem nanti," kata Al Najjar, yang menunjukkan bahwa tentara menghabiskan semua makanan yang mereka miliki selama pengepungan Falujah oleh tentara Zionis Israel. 

Pengeboman Israel terhadap penduduk kota tersebut tidak berhenti. Israel memaksa penduduk pergi dari daerahnya. "Pasukan Mesir memilih rumah kami sebagai titik pemantauan, karena lokasinya yang tinggi, jadi kami berlindung di rumah paman kami," kata Al Najjar.

Al Najjar, yang merupakan putra asli kota Faluja, juga menceritakan kekejaman yang dia lihat akibat pengeboman Israel selama pengepungan Faluja. Saat itu dia berusia tujuh tahun.

Dia juga melihat seorang gadis dibantai dan dibuang dalam perjalanan pulang ke rumah lalu ditemukan hancur total tubuhnya akibat pengeboman. Bahkan kedua saudara perempuan Al Najjar juga menjadi korban. Bagian tubuhnya berserakan karena pengeboman itu.

Al-Najjar menekankan, apa yang terjadi saat itu sudah cukup untuk mendorong penduduk kota untuk pergi meninggalkan kota. Namun Brigadir Jenderal Sayed Taha bersikeras untuk berperang sampai menit terakhir, menolak perintah komandonya di Kairo untuk mundur ke Gaza dan kemudian Mesir.

Pengepungan Faluja dan penargetan pasukan Mesir terus berlanjut meskipun Dewan Keamanan telah memutuskan untuk melakukan gencatan senjata. Namun pada akhirnya, mereka dikepung oleh kelompok Zionis di tengah gurun Negev.

Pertempuran berakhir pada Januari 1949 setelah Israel merebut sebagian besar wilayah Negev dan mengepung pasukan Mesir. Saat itu negosiasi dimulai di pulau Rhodes Yunani antara Israel dan negara-negara Arab, yang dimediasi oleh PBB. Keempat perjanjian gencatan senjata kemudian ditandatangani berturut-turut. 

 

Garis Hijau ditetapkan, dan Irak menahan diri untuk tidak menandatangani gencatan senjata tersebut. Pada tanggal 7 Maret 1949, Dewan Keamanan merekomendasikan penerimaan Israel sebagai anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Majelis Umum menyetujuinya pada bulan Mei 1949.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement