Jumat 17 Nov 2023 08:18 WIB

KH Cholil: MUI Tak Ada Kewenangan Cabut Sertifikasi Halal Produk Israel

Yang mengurus sertifikasi halal adalah BPJPH.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi logo halal.
Foto: Republika.co.id
Ilustrasi logo halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Fatwa MUI tentang imbauan boikot produk terafiliasi Israel, banyak masyarakat yang menyebarluaskan nama produk dan bahkan mengharamkan produk hingga mengusulkan untuk mencabut sertifikasi halalnya. 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan bahwa MUI tidak akan dan tidak berhak memcabut sertifikasi halal sebuah produk yang telah memenuhi prosedur. 

Baca Juga

"Sertifikasi halal adalah kewenangan BPJPH dan terkait fatwa MUI untuk berhenti menggunakan produk Israel bukan berarti produk yang datang dari Israel langsung haram, itu salah,"ujar dia pada Kamis (16/11/2023).

Kiai Cholil menegaskan bahwa fatwa MUI itu adalah imbauan untuk mengharamkan dukungan kepada Israel yang melakukan agresi kepada Palestina. Bukan berarti produk yang sudah halal kemudian menjadi haram dikonsumsi. 

Fatwa ini sifatnya adalah rekomendasi karena selama ini perusahaan yang terafiliasi dengan Israel telah menyumbang keuntungannya untuk amunisi Israel dalam menyerang Palestina. 

"Yang dimaksud haram diantaranya mendukung perusahaan yang menyumbangkan dana kepada Israel. Sehingga direkomendasikan semaksimal mungkin masyarakat Indonesia untuk tidak menggunakan produk Israel atau yang menyumbang keuntungan untuk Israel,"ujar dia.

Karena bagi umat Islam wajib hukumnya untuk membela Palestina atas kezaliman yang dilakukan Israel. Membela Palestina dapat dilakukan dengan cara berdoa, berdonasi, dan melakukan perundingan.

Namun karena melalui aksi selutuh dunia dan tuntutan PBB saja tidak didengar, maka MUI mengimbau untuk memutus kekuatan Israel melalui bidang ekonomi. Salah satunya adalah tidak lagi membeli produk mereka.

"Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saat perang dahulu dengan memboikot semua ekonomi kaum Quraisy,"ujar dia.

Adapun jika ada produk yang masih tersedia di rumah maka tetap digunakan dan dimanfaatkan. Jika sudah habis, maka tidak perlu lagi membelinya.

Akan tetapi jika ada produk yang tidak bisa terganti. Misal, obat yang harus diminum produksi mereka lalu jika tidak minum maka menyebabkan kematian maka tidak apa-apa tetap menggunakannya selama tidak ada penggantinya.

MUI sebagai majelsi ulama tidak etik untuk membuat daftar nama produk yang dilarang tersebut. Karena bukan karakter ulama untuk  menunjuk produk tertentu.

Perlu diingat MUI tidak mengajak untuk membenci produk-produk Israel. Tidak boleh ulama mengajak kepada kebencian.

Hanya saja tujuan fatwa ini adalah agar perusahaan terafiliasi berhenti mendukung Israel. Kemudian Israel tak lagi memiliki sumber dana sebagai kekuatan mereka dan berhenti untuk melakukan agresi terhadap Palestina. 

Kiai Cholil bersyukur jika fatwa ini menjadi momentum masyarakat melirik UMKM dan produk lokal. Sehingga usaha anak bangsa menjadi lebih berkembang.

"Lebih baik kita memang membeli produk sekitar kita, misal belanja di warung tetangga, atau belanja sayuran produk masyarakat sekitar sehingga mereka terus berproduksi,"ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement