Rabu 08 Nov 2023 21:12 WIB

Tokoh NU KH Abdul Halim Leuwimunding akan Digelari Pahlawan, Ini Sosok dan Kiprahnya

KH Abdul Halim Leuwimunding turut berjuang dalam kemerdekaan

Rep: Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
KH Abdul Halim Leuwimunding turut berjuang dalam kemerdekaan
Foto:

Nahdlatul Wathon merupakan organisasi yang didirikan Kiai Wahab Hasbullah dan beberapa ulama dengan tujuan pada peningkatan mutu pendidikan Islam, pembentukan kader dan pembinaan juru dakwah.

Selain mengajar, Kiai Halim juga dipercaya sebagai sekretaris dan inisiator kegiatan belajar mengajar serta pembukaan forum-forum diskusi di Nahdlatul Wathon. 

Ia juga banyak menciptakan syair-syair berbahasa Arab untuk memompa semangat perjuangan santri-santri yang tergabung di dalam Nahdlatul Wathan.

Melalui aktivitasnya di Nahdlatul Wathon, Kiai Halim terus menerapkan gagasan-gagasan keagamannya tentang interaksi sosial, solidaritas politik dan kebangsaan dalam masyarakat. Selain mengajar di Nahdlatul Wathon, ia juga tercatat sebagai pengajar di Tashwirul Afkar Surabaya.

Selama mengabdi dan berdakwah di Surabaya, Kiai Abdul Halim juga kerap pulang ke Majalengka untuk menyampaikan kabar-kabar terbaru. 

Karena, Surabaya saat itu memang menjadi pusat perjuangan kaum santri dalam membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan dan kebodohan umat.

Setiap pulang ke Majalengka, Kiai Halim selalu mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mendakwahkan ajaran Aswaja. 

Ia juga selalu membagi-bagikan gambar-gambar dan surat kabar Soeara Nahdlatoel Oelama kepada masyarakat di daerah Majalengka dan sekitarnya.

Pada 1920-an ini lah Kiai Halim berhadapan langsung dengan ghirah perkembangan pemikiran serta dialektika Aswaja di tengah perjuangan keagamaan dan kebangsaan di Tanah Jawa. 

Ia turut aktif dalam perbincangan serius menyangkut pentingnya untuk menanamkan paham Aswaja hingga akhirnya NU didirikan pada 1926.

Dalam pendirian NU di Surabaya, Kiai Abdul Halim Leuwimunding juga menjadi salah satu pendiri termuda selain KHR As’ad Syamsul Arifin dari Situbondo. Kiai Abdul Halim juga menjadi satu-satunya pendiri NU yang berasal dari Tanah Pasundan.

Sejarah juga menunjukkan bahwa Kiai Halim sangat dekat dengan KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah. 

Dengan kata lain, ia adalah orang kepercayaan kedua ulama NU terkemuka tersebut. Lewat Kiai Halim lah dua kiai tersebut merancang komunikasi lewat surat-surat dengan para ulama.

Dalam sejarah NU disebutkan bahwa Kiai Halim memiliki peran dalam berdirinya Komite Hijaz dan NU. Saat itu Kiai Halim menjadi komunikator kunci antara para alim ulama terkemuka di seluruh Jawa dan Madura. 

Ia lah yang membuat surat undangan dan kemudian dikirimkan kepada para ulama dalam rangka pembentukan Komite Hijaz dan NU.

Dalam periode pertama kepengurusan NU, Kiai Abdul Halim kemudian dipercaya sebagai Katib Tsani (Sekteratis Dua). Ia menjalankan amanahnya ini bersama KH Abdul Wahab Hasbullah yang menjadi Katib Awal (Sekretaris Pertama). Sedangkan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari saat itu menjadi Rais Akbar.

Ketika Hizbullah berdiri pada 1944, KH Abdul Halim juga menjadi salah satu penasihat nasionalnya. Kiai Halim kemudian membentuk Hizbullah cabang Majalengka bersama KH Abbas Buntet Cirebon. 

Baca juga: 10 Peluang Pintu Langit Terbuka Lebar, Doa yang Dipanjatkan Insya Allah Dikabulkan

Hizbullah Majalengka kemudian bahu-membahu dengan kelompok pejuang lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebagai pejuang Hizbullah, Kiai Halim cukup berperan dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Bahkan, sebelum keluarnya “Resolusi Jihad” yang diumumkan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, Kiai Halim telah memberitahu dan mengorganiasi para ulama NU untuk berangkat ke Surabaya.

Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, perjuangan Kiai Halim tak berhenti. Ia turut berjuang di jalur politik. Pada 1955, ia pun berhasil menjadi anggota DPR dari partai NU sebagai perwakilan Jawa Barat. 

Saat terjun ke jalur politik, ia tak pernah sedikit pun memakai uang atau fasilitas negara. Bahkan, ketika perjalanan ke ibu kota Jakarta, ia hanya menggunakan mushalla dan masjid sebagai tempat istirahat.

Sementara, perjuangannya lebih dititikberatkan pada pemberdayaan warga NU Jawa Barat dengan membentuk berbagai wadah pemberdayaan masyarakat. 

Di antaranya, membentuk Perkumpulan Petani NU (PERTANU), Perkumpulan Guru NU (PERGUNU), dan pendirian lembaga-lembaga pendidikan NU di Jawa Barat.

Pada masa akhir hayatnya, Kiai Abdul Halim sering mengkaji kitab yang membahas kematian atau sakaratul maut. 

Pada hari kematiannya, setelah melaksanakan shalat Subuh, ia juga sempat mengelilingi empat desa di Kecamatan Leuwimunding, yaitu Desa Leuwimunding, Ciparay, Leuwikujang, dan Desa Mirat.

Beberapa saat menjelang siang, Kiai Halim kemudian mengumpulkan keluarganya. Tidak lama setelah pertemuan itu, ia naik ke loteng dan di sanalah Kiai Halim ditemukan sudah menghadap Allah SWT dengan posisi tengkurap sambil membawa selembar kertas dan sebuah pena. Ia wafat pada 11 April 1972 M.

Sosok ulama dan pejuang serta pendiri NU ini kemudian dimakamkan di Kompleks Pesantren Sabilul Chalim di Kecamatan Leuwimunding, Majalengka, Cirebon, Jawa Barat. Sampai saat ini, makamnya sering diziarahi umat Islam, khususnya warga Nahdliyin.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement