REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang agresi yang dilancarkan Israel kepada Palestina yang pernah terjadi, boleh dikatakan agresi kali ini merupakan yang terparah. Lantas demikian, apakah hal ini akan membuat negara-negara Arab semakin solid merapatkan barisan melawan Israel?
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi menjelaskan bahwa terdapat perbedaan karakteristik antara bangsa atau rakyat Arab dengan penguasa di negara-negara Arab. Jika berbicara mengenai bangsa Arab, maka secara mayoritas jiwa dan raga mereka selalu bersama Palestina.
"Kalau rakyat di negara-negara Arab, mereka selalu mendukung Palestina dan Hamas serta terang-terangan kontra dengan Israel," kata Muhyiddin saat dihubungi Republika, Ahad (29/10/2023).
Bentuk dukungan rakyat di negara-negara Arab tersebut dinilai dapat terlihat dari adanya bantuan-bantuan yang dikirimkan ke Palestina. Namun demikian, beda halnya dengan yang dilakukan oleh para penguasa di negara-negara Arab.
Di mana, kata Muhyiddin, terdapat delapan negara Arab yang memiliki hubungan bilateral dengan Israel sejauh ini. Sehingga hubungan bilateral tersebut dapat menjadi bumerang sewaktu-waktu apabila negara-negara Arab tersebut salah mengambil sikap.
"Jadi kita tidak banyak berharap dari penguasa-penguasa Arab, kecuali ada mukjizat," kata dia.
Muhyiddin menyebut bahwa salah satu hubungan bilateral yang dilakukan Mesir dan Yordania, misalnya, sangat berpengaruh terhadap akses buka-tutup perbatasan dengan Palestina. Mesir kerap mendapat bantuan sebesar 2 miliar dollar AS per tahun dari Amerika, sehingga intervensi sekutu Zionis tersebut terhadap perbatasan menjadi sangat kuat.
Namun demikian dia juga menyoroti bahwa apabila kebrutalan Israel terus terjadi kepada rakyat Palestina, hal ini dapat dimungkinkan memicu kemarahan rakyat Arab. Yang mana hal demikian bisa jadi dapat memantik kebebasan terhadap akses perbatasan.
Advertisement