Santri tidak hanya dibatasi kepada mereka yang tinggal di pondok pesantren. Dalam fakta empiris memang kadang dijumpai, mereka yang tinggal di pesantren, pola pikir, sikap dan tindakannya tidak sepenuhnya mewakili karakteristik khas santri, sedang mereka yang tinggal di luar pesantren justru memiliki karakteristik khas santri.
Dalam pandangan masyarakat luar, Santri yang tinggal di pesantren dianggap sebagai tinggal di dalam penjara karena banyak sekali aturan yang membatasi gerak para santrinya. Padahal dari keterbatasan itu banyak sekali tradisi menyenangkan yang dilalui oleh para santri, yang tidak akan didapatkan dimanapun kecuali di pesantren.
Menurut Geertz Tradisi sosiokultural Santri ditandai dengan wujud perilaku ketaatan para pendukungnya dalam menjalankan ibadah agama Islam yang sesuai dengan ajaran syariat agama, sementara tradisi Abangan, ditandai dengan orientasi kehidupan sosio-kultural yang berakar pada tradisi mistisisme pra-Hindu.
Baca juga: Daftar Produk-Produk Israel yang Diserukan untuk Diboikot, Cek Listnya Berikut Ini
Nyatanya tradisi yang masyhur di kalangan pesantren itu adalah makan talaman, ro'an, joinan, antri, petanan, tidur bersama, ngaji sorogan, ngaji wetonan, setoran hafalan (ziyadah, muroja’ah), dan masih banyak lagi. Dengan adanya semua ini, mampu menciptakan kerukunan dan kesederhanaan. Itulah kenapa kita hampir tidak pernah mendengar ada tawuran santri antar pondok pesantren.
Ada juga sebagian santri yang menghiasi kehidupannya di pesantren dengan berbagai macam tirakat seperti wiridan, mengamalkan hizib, dalail, burdah, puasa senin dan kamis, puasa mutih, puasa ngerowot atau puasa Daud.