Senin 09 Oct 2023 13:21 WIB

Kisah Mata-Mata Israel di Palestina Nyamar Jadi Pendakwah Hafal Alquran

Israel menggunakan berbagai cara biadab menghabisi Palestina.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Erdy Nasrul
Asap mengepul setelah pesawat tempur Israel menargetkan beberapa bangunan di wilayah Palestina.
Foto:

Pada 22 Mei 1948, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi yang menyerukan pihak-pihak yang berperang di Palestina untuk menghentikan permusuhan dalam waktu 36 jam. Dimulai pada malam tanggal 22-23 Mei 1948. Namun negara-negara Arab menolak gencatan senjata.

Kala itu, Dewan Keamanan PBB khususnya Inggris dan Amerika Serikat khawatir terhadap keselamatan tentara reguler dan orang-orang Yahudi yang memanfaatkan peluang tersebut. Lantas, Dewan Keamanan tersebut, tepatnya Inggris dan Amerika Serikat, menekan negara-negara Arab untuk menerima gencatan senjata.

Bahkan Inggris sampai menghentikan pengiriman amunisi dan senjata ke Yordania, Irak, dan Mesir serta menghentikan bantuan keuangan yang diberikan kepada tentara Yordania. Akhirnya pada 29 Mei 1948, Dewan Keamanan menyetujui resolusi penghentian perang untuk jangka waktu 4 pekan, terhitung sejak tanggal 7 Juni 1948.

Selama periode itu, pasukan Yahudi meminta beberapa peralatan medis dan pertolongan pertama untuk merawat seorang perwira Yahudi yang menderita luka serius di lehernya, yang biasa terjadi dalam perang gencatan senjata. Pasukan Mesir setuju dan mengirimkan salah satu dokter perwira Mesir dengan obat-obatan dan peralatan yang diperlukan.

Terbukti sebagai Mata-Mata Israel di Palestina

"Syekh" Fadel Abdullah Judah hadir di kamp Yahudi malam itu secara kebetulan. Dokter Mesir itu melihatnya, dan sama sekali mengabaikannya. Setelah itu dokter Mesir tersebut memberi tahu pimpinannya tentang apa yang telah dia lihat dan menyatakan bahwa Fadel hanyalah mata-mata Israel dan diduga sebagai agen pengkhianat. 

Seusai malam itu, "Syekh" Fadel Abdullah benar-benar menghilang dan berhenti datang ke kamp tentara Mesir dan tidak lagi datang untuk memimpin sholat seperti biasanya.

Tidak berhenti di situ, seorang perwira Mesir, yang terluka karena penyamaran "Syekh" Fadel Abdullah, mengusulkan rencana penculikan "Syekh" Fadel Abdullah dengan menyusup bersama tentara lain ke kamp Yahudi lalu menangkap "Syekh" Fadel Abdullah.

Pemimpin Mesir menyetujui rencana tersebut. Dua gerilyawan tersebut berhasil menangkap Fadel Abdullah dan menyumbat mulutnya, agar dia tidak berteriak dan tidak membuat orang lain mengetahui kedatangan perwira Mesir dan anak buahnya.

Setelah operasi itu diselesaikan, pengadilan militer yang terdiri dari tiga perwira Mesir dibentuk dan hukuman mati dijatuhkan terhadap Fadel Abdullah Judah atas tuduhan spionase. Hukuman tersebut segera dilaksanakan. 

 

Pasukan Mesir juga mempunyai pesan terakhir, yaitu perwira yang berhasil menculiknya kembali menyusup ke kamp Yahudi untuk mengembalikan Fadel Abdullah ke tempat persembunyiannya dalam kondisi sudah menjadi mayat. Ini sebagai hukuman atas pengkhianatannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement