REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) tengah mempersiapkan lembaga atau pusat pengembangan prestasi atau talenta bagi para siswa, santri dan mahasiswa binaannya. Lembaga ini akan menjadi wadah dari berbagai ajang kompetisi nasional yang selama ini digelar Kemenag.
Pada jenjang Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN), Kemenag menggelar Olimpiade Agama, Sains, dan Riset (OASE) dan Pekan Olahraga dan Seni Nasional (PESONA). Di level madrasah ada Kompetisi Sains Madrasah (KSM), (Madrasah Young Research and Science (Myres) dan untuk santri pesantren, ada Musabaqah Qiraatul Kutub, dan ajang kompetisi lainnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, M Ali Ramdhani, mencontohkan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Selain melahirkan para pemikir di bidang pendidikan Islam, PTKIN juga harus mampu membentuk talenta-talenta di bidang sains yang berkaliber.
Pelaksanaan beragam kegiatan besar berskala nasional pada bidang riset dan inovasi sains di PTKIN harus mampu melahirkan insan-insan berprestasi.
"Event sekaliber OASE yang rutin diselenggarakan Direktorat Diktis harus dikelola secara profesional, sehingga melahirkan talent-talent yang hebat. PTKIN dapat menilik pelaksanaan KSM yang diselenggarakan level madrasah, betapa anak-anak itu sangat hebat," ujar dia dalam keterangan yang didapat Republika.co.is, Kamis (21/9/2023).
Kang Dhani, panggilan akrabnya, menyebut siswa-siswi ini mampu menciptakan inovasi sains yang menakjubkan. Karena itu, PTKIN harusnya bisa lebih hebat dari mereka.
Ia lantas meminta agar PTKIN lebih tanggap terhadap talent-talent hebat yang dihasilkan dari KSM. Sehingga, mereka mendapat tempat yang istimewa di kampus PTKIN.
"Para talent hasil pelaksanaan KSM justru mendapat golden ticket kuliah di PTN Umum. Sementara PTKIN kurang peduli terhadap mereka yang sebenarnya aset yang sangat bagus buat Kementerian Agama, khususnya PTKIN," kata dia.
Direktur Perguruan Tinggi Islam (Diktis), Ahmad Zainul Hamdi, menyampaikan pihaknya ingin membentuk pusat prestasi ini karena tiga alasan. Pertama, setiap kegiatan selalu mengundang bias tuan rumah atau penyelenggara.
Berikutnya, biasanya akan munculnya protes saat pelaksanaan. Lalu yang terakhir ketika kegiatan itu selesai even, akan muncul cacian.
"Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan karena tidak akan menghasilkan talent-talent terbaik," ucap Zainul Hamdi.
Catatan lainnya, setiap kali perhelatan disebut seakan-akan persiapan harus dilakukan dari nol. Menurutnya, ini cara kerja yang tidak terinstitusionalisasi, sehingga harus diubah.
"Setiap event seakan-akan kita kerja dari nol, padahal diselenggarakan rutin. Ini menunjukkan kerja-kerja amatir yang harus diperbaiki, karena menunjukkan cara kerja yang tidak terinstitusionalisasi," lanjut dia.
Ia pun ingin agar hasil-hasil ajang kompetisi nasional Ditjen Pendidikan Islam dapat direkognisi secara nasional. Hasil kompetisi juga perlu mendapat sorotan media, sehingga mendapat apresiasi dari khalayak. Sebab, para juara yang lahir dari proses dan sistem talent terbaik, juga akan menjadi sangat baik.
Talenta terbaik disebut perlu mendapat pembinaan secara baik, seperti mendapat beasiswa atau peluang pengembangan lainnya. Karena itu perlu inovasi, dengan membentuk lembaga prestasi yang kredibel dan kuat seperti yang sudah mapan di Kemendikbud.
Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama, Thobib Al Asyhar, ditunjuk sebagai PIC pembentukan lembaga prestasi dan mengaku siap menjalankan amanah ini. Menurutnya, lembaga prestasi nantinya harus menjadi payung umum di Kemenag, minimal di level Ditjen Pendis, sehingga seluruh acara nasional dapat dikelola dengan baik.
Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan, Shoib Nur, mendorong agar pembentukan lembaga prestasi ini dapat segera diwujudkan agar dapat menghandle pelaksanaan OASE tahun depan.