Rabu 30 Aug 2023 13:12 WIB

Lihat Persoalan Agama Viral di Medsos, Waketum MUI: Dai tak Boleh Diam

Dai harus bisa meningkatkan kompetensi keilmuan secara terus-menerus.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud mengimbau para dai tidak tinggal diam di media sosial (medsos). Terlebih, saat mereka menyaksikan persoalan keagamaan yang viral dan ramai dibahas.

Ia menyebut para dai harus bisa menjawab segala persoalan yang terjadi di masyarakat, termasuk perdebatan soal agama yang sering terjadi di medsos. Imbauan ini ia sampaikan saat mengisi kegiatan Standardisasi Dai, Senin (27/8/2023).

Baca Juga

“Kita berkumpul di sini, para dai di depan saya yang saya yakini alim-alim semua ini, dituntut untuk tidak diam. Karena ketika yang ngomongin agama orang yang tidak paham agama, hanya bermodalkan serban dan udeng sebesar ban vespa, itu sangat bahaya,” kata dia dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Rabu (30/8/2023).

Saat ini, dia menilai fenomena yang terjadi di media sosial semuanya mengalami abstraksi. Terlepas dari kapasitas ilmu keagamaannya yang terbatas, semua orang kini bisa menjadi dai, ulama, bahkan kiai.

Hal tersebut mengakibatkan agama hanya menjadi alat perpecahan umat. Mereka yang tidak dibekali dengan pengetahuan keagamaan yang benar dan cukup akan cenderung merusak terhadap nilai-nilai keagamaan itu sendiri.

“Karena kalau kita lihat persoalan di medsos sekarang adalah semuanya menjadi dai, seolah-olah semuanya menjadi kiai, seolah-olah semuanya menjadi ahli hukum. Padahal mereka cuma asal copy paste,” ujar Kiai Marsudi.

Untuk itu, dai disebut harus bisa meningkatkan kompetensi keilmuan secara terus-menerus. Hal itu dilakukan agar agama disampaikan secara benar, dengan memahami persoalan aktual yang terjadi di tengah masyarakat.

Ia juga menegaskan, para dai saat ini dituntut untuk meningkatkan kapasitas keilmuan dan daya kreativitas dalam berdakwah. Tidak dimungkiri, kondisi saat ini menempatkan dakwah dalam tantangan yang kompleks, belum lagi budaya masyarakat Indonesia yang sangat beragam.

“Yang namanya dai itu mengajak dan membangun keimanan, ketakwaan dan akhlak, di negara manapun, maka keilmuannya harus distandard(isasi),” kata dia.

Selain itu, para dai juga harus mampu menjaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai rumah bersama, bentuk persatuan dan kesatuan yang di dalamnya terbina perbedaan paham dan aliran. Para dai pun dituntut untuk menjaga perbedaan tersebut dalam bingkai persatuan.

Persatuan tersebut, menurut Kiai Marsudi, jarang ditemui di negara-negara lain kendati penduduknya mayoritas Muslim, “Kita harus bangga menjadi seorang Muslim Indonesia, kita harus bangga menjadi pendakwah Islam Indonesia,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement