Ahad 27 Aug 2023 21:34 WIB

Mengapa MER-C Bangun Rumah Sakit Gaza Palestina, Bukan di Indonesia?

MER-C juga mempunyai program klinik di Indonesia.

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Talkshow dan Launching Buku terbaru MER-C berjudul Menghimpun Kebesaran Allah; Kisah Perjuangan Pembangunan RS Indonesia di Gaza - Palestina di Hotel The Acacia, Jakarta, Ahad (27/8/2023).
Foto: Dok Istimewa
Talkshow dan Launching Buku terbaru MER-C berjudul Menghimpun Kebesaran Allah; Kisah Perjuangan Pembangunan RS Indonesia di Gaza - Palestina di Hotel The Acacia, Jakarta, Ahad (27/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) sering kali mendengar pertanyaan mengapa membangun Rumah Sakit (RS) Indonesia di Gaza, Palestina, sementara di Indonesia juga butuh RS? 

Presidium MER-C dr Arief Rachman menjawab pertanyaan yang sering ditujukan untuk MER-C tersebut. Arief menyampaikan bahwa membantu Palestina bukan satu-satunya program MER-C. Sebelum MER-C secara terbuka mengirimkan bantuan ke Gaza pada 2009, MER-C sudah punya program klinik sosial di Indonesia.

Baca Juga

Arief mengatakan, pada 2006, klinik sosial MER-C sudah ada 50 di seluruh Indonesia. "Kalau kita bicara mengapa tidak bangun rumah sakit di Indonesia, apakah masalah kesehatan Indonesia hanya selesai dengan rumah sakit?" kata Arief saat Talkshow dan Launching Buku terbaru MER-C berjudul Menghimpun Kebesaran Allah; Kisah Perjuangan Pembangunan RS Indonesia di Gaza - Palestina, di Hotel The Acacia, Jakarta, Ahad (27/8/2023).

Arief mengatakan, banyak masyarakat Indonesia tidak memiliki akses terhadap kesehatan. Maka, tahun ini memiliki program kapal kemanusiaan. Jadi, tenaga medisnya yang keliling ke masyarakat di pulau-pulau terluar di Papua, Indonesia.

Dia menceritakan, masyarakat di Papua berobatnya Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu, tapi sewa kapalnya itu bisa sampai Rp 500 ribu. 

Jadi, memang mereka tidak butuh rumah sakit, yang dibutuhkan adalah kehadiran fisik tenaga medisnya.

Menurut Arief, puskesmas ada yang jaga, tapi bukan dokter, bidan, atau perawat.  Tukang sapulah yang menjaga Puskesmas.

Baca juga: 10 Makanan yang Diharamkan dalam Islam dan Dalil Larangannya

"Teman saya di Lampung, tidak boleh datang kesiangan karena kalau teman saya dokter di Lampung datang kesiangan, pasien disuntikin sama tukang sapu," ujar Arief.

Dia menyampaikan bahwa infrastruktur, tenaga kesehatan, dan aksesnya juga sama-sama dibutuhkan.

Menurut Arief, berdasarkan pengalaman dan pelajaran saat bertugas di Papua, suku-suku asli di Papua harus datang ke puskesmas dengan berjalan kaki.

Baca juga: Jangan Lelah Bertobat kepada Allah SWT, Begini Pesan Rasulullah SAW

Orang yang sakit di rumah dikumpulkan, jadi sebisa mungkin diupayakan sekali jalan untuk pengobatan yaitu ketika bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah sakit. Supaya biaya transportasinya murah karena sekalian semuanya diangkut untuk berobat.

"Jadi, tidak ketika anaknya demam, kemudian cari dokter, besok bapaknya sakit ke dokter lagi, boros (biaya transportasinya)," jelas Arief.

Arief mengatakan, kalau ada yang bilang kenapa tidak bangun rumah sakit di Indonesia, uangnya mana? Kalau uangnya ada, MER-C tinggal buatkan programnya. Bukan berarti bicara tanpa menyumbangkan uang untuk membantu.

Dia juga menyampaikan rasa syukurnya karena semakin bertambah banyak lembaga kemanusiaan di Indonesia. Ketika ada bencana, MER-C tidak lagi mainstream penanganan bencana. Namun, MER-C tetap berusaha melakukan penanganan bencana, seperti konseling, dan lain sebagainya.    

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement