REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pasukan Israel menghancurkan rumah-rumah warga Palestina yang telah wafat di Tepi Barat. Israel menghancurkan rumah-rumah itu dengan tuduhan bahwa warga Palestina melakukan serangan terhadap pemukim Yahudi Israel.
Dilansir New Arab, Selasa (8/08/2023) pasukan Israel telah menghancurkan rumah seorang pria Palestina di Nablus yang dituduh menembak para pemukim Yahudi Israel di Tepi Barat awal tahun ini.
Pasukan Israel menghancurkan rumah Abdul Fattah Harusha yang berusia 49 tahun, yang ditembak mati tak lama setelah diduga melakukan serangan terhadap dua saudara Israel dari pemukiman terdekat saat mereka melewati kota Hawara di Palestina pada Februari.
Tentara Israel memaksa 60 warga Palestina yang tinggal di dekat rumah Harusha keluar dari rumah mereka pada larut malam dan menahan mereka di sebuah masjid.
Tentara Israel mengumumkan pembongkaran pada Selasa pagi di platform media sosial X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Insiden Februari itu menyaksikan amukan kekerasan larut malam oleh para pemukim Yahudi yang menggunakan tembakan dan pembakaran terhadap warga Palestina setempat di Hawara dan desa-desa tetangga di Tepi Barat yang diduduki.
Amukan tersebut, pada tanggal 26 Februari, membakar kota Palestina dan mengakibatkan terbunuhnya seorang warga Palestina dan puluhan luka-luka, termasuk empat kritis, dan meninggalkan kerusakan material yang berat.
Pasukan Israel di dekatnya tidak melakukan intervensi untuk menghentikan serangan pemukim. Delapan tersangka kemudian ditahan sehubungan dengan amukan tersebut. Semuanya dibebaskan dalam waktu 48 jam.
Sekitar 700.000 pemukim Israel tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki, di permukiman yang dianggap ilegal oleh komunitas internasional.
Lebih dari 160 warga Palestina, termasuk anak-anak, telah tewas oleh tembakan Israel tahun ini di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Penghancuran rumah warga Palestina yang "diduga melakukan serangan" terhadap warga Israel adalah praktik lama yang dikecam oleh kelompok hak asasi internasional sebagai bentuk hukuman kolektif.
Kelompok hak asasi mengatakan penghancuran membuat orang tua, pasangan, dan anak-anak yang tidak terlibat dari tersangka penyerang kehilangan tempat tinggal dan akibatnya ribuan warga Palestina telah mengungsi.
“Hukum kemanusiaan internasional, termasuk Peraturan Den Haag tahun 1907 dan Konvensi Jenewa Keempat, melarang hukuman kolektif, termasuk dengan sengaja mencelakakan kerabat dari mereka yang dituduh melakukan kejahatan, dalam segala situasi. Pengadilan di seluruh dunia telah memperlakukan hukuman kolektif sebagai kejahatan perang,” kata Human Rights Watch dalam sebuah laporan yang dirilis pada Februari.