REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah, menyebut upaya penertiban hutan kota selaku fasilitas umum memang diperlukan. Secara umum, hal ini ditujukan agar kondisinya tetap tertib dan indah.
"Upaya menertibkan itu tentu bagus sekali, agar semua yang mengakses kawasan hutan kota itu menjadi tertib. Tertib berpakaian, tertib tidak merusak tanaman dan taman, tertib berprilaku dan tertib tidak mengotori kawasan hutan kota," ujar dia dalam pesan yang diterima Republika.co.id, Jumat (28/7/2023).
Sebaliknya, ia menyebut bila fasilitas umum (fasum) ini tidak dijaga ketertibannya, maka dikhawatirkan akan menjadi liar dan rusak.
Ia pun mencontohkan kawasan hutan tepi sungai yang berada di Thailand. Lingkungan ini menjadi ruang publik yang ramai dan populer bagi anak muda, tetapi tetap terjaga ketertibannya.
Semua pihak disebut dpt mengakses kawasan publik tersebut, tetapi dengan tertib dan dibatasi waktunya, hanya sampai pukul 10.00 malam. Setelahnya, akan dibunyikan bel pemberitahuan agar pengunjung segera meninggalkan taman.
"Setelah itu, aparat trantib kota memeriksa semua sudut, untuk memastikan tidak ada lagi orang yang masih berada di ruang publik tersebut," lanjut dia.
Ia pun menyebut kebijakan yang berlaku di Thailand ini dapat dijadikan contoh dan diterapkan di dalam negeri. Sehingga, kawasan hutan kota dan area publik menjadi bersih, indah dan terjaga dengan baik.
Sebelumnya, ramai berita rencana Wali Kota Jakarta Timur M. Anwar mengerahkan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menjaga hutan-hutan kota yang ada di wilayahnya. Hal ini dilakukan lantaran Hutan Kota Cawang disebut dijadikan sebagai tempat berkumpul kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Untuk hal ini, Ikhsan menyebut penertiban bisa dilakukan kalau benar memang hutan kota tersebut dipergunakan oleh kelompok LGBT. Namun, secara umum hutan kota harus dijaga pemanfaatannya, agar tercipta ruang publik yang ramah, indah dan tertib.
Atas rencana tersebut, Wali Kota M. Anwar menyebut Pemkot Jakarta Timur telah berkoordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Kota (Forkopimko) untuk membantu mengawasi Hutan Kota Cawang. Pasalnya, Pemkot tidak bisa menindaklanjuti lebih lanjut jika mendapati kaum sodom di lokasi.
"Makanya saya bilang kita koordinasi dengan Forkopimko dan Pak Kapolres, Pak Dandim, sama-sama mengawasi, karena kan tugas eksekusi bukan kita ya, kepolisian. Kalau ada perbuatan-perbuatan yang asusila perbuatan yang tidak sewajarnya," ujar Anwar.
Anwar berdalih penjagaan dan penertiban ini diperlukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Penjagaan dilakukan selama 24 jam, terutama di malam hari, sejak Selasa (25/7/2023) lalu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga angkat bicara mengenai rencana Pemprov DKI Jakarta tersebut. Menurut mereka, rencana itu berpotensi melanggar HAM.
"Saya ingatkan Pj Gubernur DKI untuk tidak melakukan upaya-upaya yang mengarah pada praktek diskriminasi dalam akses pelayanan publik yang ada di DKI Jakarta karena itu bisa berpotensi melanggar HAM," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah.
Rencana itu disebut bertentangan dengan prinsip non diskriminasi yang dianut di Tanah Air. Anis mengingatkan setiap orang berhak mengakses ruang publik, termasuk taman dan hutan kota di Jakarta.