Rabu 26 Jul 2023 19:15 WIB

Al Chaidar: Darul Islam Pertahankan Idealisme Medan Perang Jadi Play Ground Penuh Risiko

Darul Islam Merasa Pejuang Kolonial dan Perumus Sumpah Pemudayang disingkirkan

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Subarkah
Pendukung Gerakan Darul Islam bersama benderanya.
Foto:

DI dan NII gerakan Islam organik asli Indonesia

Dari hasil penelitiannya itu, Al Chaidar menyimpulkan bagi kalangan Darul Islam di Indonesia, perjuangan mereka tidak sia-sia meskipun mengalami kekalahan definitif pada 1962, karena diserang oleh Republik Indonesia. Mereka merasa bahwa mereka telah berjuang untuk menegakkan syariah Allah di bumi Indonesia dan membela hak-hak umat Islam.

"Mereka juga merasa bahwa mereka telah menepati perjanjian mereka kepada Allah sebagai bagian dari darul ahdi dan mereka berusaha mencari refuge (tempat hijrah) di luar Indonesia yang berkenan memberikan suaka politik," lanjut dia.

Bagi mereka, Republik Indonesia adalah musuh yang harus dilawan karena tidak menerapkan hukum syariah dan mengancam eksistensi umat Islam. Mereka melihat Republik Indonesia sebagai Leviathan yang menakutkan dan zalim.

Orang-orang Darul Islam selama ini disebut telah membangun keyakinan agama, politik dan kesejarahan di tengah-tengah radikalisasi gerakan-gerakan Islam politik transnasional.Hal ini begitu kuat mempengaruhi banyak kalangan muslim fundamentalis, intoleran dan juga kalangan radikal, untuk mengadopsi pola-pola perjuangan yang bersifat teroristik.

Pandangan ini, lanjut Al Chaidar, kemudian ditolak oleh kalangan NII yang asli. Sementara faksi-faksi NII yang palsu sudah diidentifikasi sebagai ‘musuh eksternal’ yang tidak mewakili mereka sama sekali.

"Darul Islam atau NII adalah gerakan Islam organik yang asli Indonesia yang bukan berasal dari gerakan-gerakan transnasional lainnya dari luar Indonesia. Kalangan Darul Islam melakukan agensi kekuasaan atau agensi resistensi (agency of power) untuk merebut klaim historiografis bahwa NII bukanlah negara baru; merupakan kelanjutan dari Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945," ucap dia.

Dalam konteks Darul Islam atau NII, agency of power dapat dilihat dari cara mereka membaca sejarah RI di masa lalu yang dicoba pertahankan oleh orang-orang Darul Islam di Jawa Barat dan melaporkannya secara berkali ke Yogyakarta sebagai pusat Republik.

Mereka tidak sudi menerima tuduhan sebagai pemberontak yang merupakan bentuk dominasi negara terhadap mereka. Mereka melawan dominasi ini dengan mengklaim bahwa mereka adalah pejuang Islam yang berjuang untuk mewujudkan negara Islam di Indonesia.

"Mereka juga melakukan berbagai aksi seperti pembentukan jaringan rahasia, dan propaganda ideologis untuk menantang otoritas negara dan menyebarkan visi mereka tentang Islam. Dengan demikian, agency of power Darul Islam atau NII menunjukkan bahwa mereka bukanlah korban pasif dari dominasi negara, melainkan subjek aktif yang berusaha mengubah kondisi sosial sesuai dengan kepentingan dan niat mereka," kata Al Chaidar.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement