REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perhimpunan Pengasuh Pesantren Indonesia (P2I) akan melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan gerakan serta program pesantren muadalah. Pengertian muadalah atau kesetaraan sendiri adalah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan ke-khasan pesantren masing-masing, baik dengan pola pendidikan muallimin maupun berbasis kitab kuning atau dirasah islamiah.
Presiden Perhimpunan Pengasuh Pesantren Indonesia (P2I) KH M Tata Taufik, menjelaskan upaya pihaknya dalam pengembangan pesantren diantaranya adalah melaksanakan sosialisasi mandiri. Dalam hal ini, melaksanakan sosialisasi yang dilakukan di beberapa pesantren di berbagai wilayah. Meski sosialiasasi mendiri, P2I tidak berjalan sendiri, tapi juga melibatkan Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM), FKPM dari Pesantren Salafiyah dan stakeholder lainnya.
“Kita sinergis, dari kelompok ini menyuarakan pesantren muadalah dan upaya-upaya sosialisasi kepada pesantren-pesantren lain yang ingin memuadalahkan pesantrennya. Beberapa wilayah yang telah kita lakukan, misalnya Jawa Timur, pernah di Pesantren Tremas dan beberapa pesantren lain, yang paling sering kita di Gontor untuk sosialisasi, juga pernah di Makassar,” jelas Tata Taufik saat dihubungi Republika, Senin (17/7).
Pimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash tersebut juga menilai bahwa kemandirian pesantren sangat luar biasa. Disamping itu, sosialisasi yang dilakukan ini sebetulnya membantu Kementerian Agama (Kemenag). Ditambah antusias pesantren terhadap adanya entitas muadalah sangat tinggi. Karena dengan adanya muadalah, lulusan pesantren bisa melanjutkan ke perguruan tinggi dan lainya tanpa mengubah struktur kurikulum yang dimilikinya.
“Seakan-akan mereka itu memang menemukan mimpinya. Ini adalah sebuah lembaga pendidikan yang memang pemerintah mengakui keberadaannya,” kata pengarang buku Tafsir Inspiratif tersebut.
Salanjutnya, kata Tata Taufik, P2I juga melakukan sosialisasi dengan menerbitkan sebuah buku yang diberi judul ‘Buku Putih Pesantren Muadalah’. Buku tersebut merupakan dokumentasi dari proses lahirnya, aturan atau regulasi tentang pesantren muadalah. Lalu Buku Putih juga telah diberikan kepada Kemenag, Majelis Masyayikh dan setiap pertemuan dibagikan kepada pesantren-pesantren.
Kemudian sosialisasi juga dilakukan ke beberapa perguruan tinggi serta menjalin kerjasama. Misalkan untuk kaderisasi sumber daya manusia (SDM) pesantren muadalah dengan memberikan beasiswa kepada beberapa mahasiswa di perguruan tinggi. Bahkan hampir semua perguruan tinggi sudah mengetahui adanya pesantren muadalah, dan lulusannya juga bisa diterima di berbagai fakulas, seperti kedokteran.
Selain perguruan tinggi, Tata Taufik mengaku pihaknya juga melakukan sosialisasi kepada intansi pemerintah, seperti lembaga kepolisian. Sehingga lulusan dari pesantren muadalah bisa masuk akademi kepolisian. Kemudian juga menggelar seminar-seminar, menggali konsep-konsep pesatren dan keunggulanya. Termasuk melakukan kerjasama internasional dalam hal keilmuan dan pengembangan model pendidikan.
“Kita sedang mengembangakan lagi keunggulanya kedepan konsep pesantren pasca tahun 2020 seperti apa, ini sedang kita garap, tadi malam saya diskusi, jadi memang kita melakukan terus pengkajian-pengkajian pesantren untuk kemajuanya kedepan,” tutur Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kuningan tersebut.
Saat ini sebanyak 254 pondok pesantren yang telah mengikuti program muadalah. Namun angka tersebut, kata Tata Taufik, masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah seluruh pesantren yang tersebar tanah air berkisar 30 ribu pondok pesantren. Dari 254 pondok pesantren sebanyak 75 diantaranya adalah pesantren muadalah dengan pola muallimin dan sisanya adalah pesantren berbasis Salafiyah.