REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) menilai saat ini ada banyak tantangan yang dihadapi Indonesia. Salah satunya berkaitan dengan keumatan, yakni kelangkaan ulama.
"Kita bisa punya sudut pandang yang berbeda. Pertama, jumlah ulama dalam arti yang benar-benar menguasai khazanah intelektual Islam memang tidak banyak, tidak sebanyak dulu," ujar Ketua RMI PBNU KH Hodri Ariev, dalam pesan yang diterima Republika.co.id, Jumat (14/7/2023).
Kedua, kompleksitas dan kuantitas masalah kontemporer saat ini dinilai lebih banyak dibandingkan masa-masa yang lalu.
"Kondisi tersebut mengharuskan adanya ulama yang menguasai khazanah intelektual Islam sekaligus mengerti permasalahan kontemporer," lanjut dia.
Kiai Hodri menegaskan, tantangan para Ulama NU tidak hanya tentang mengaji dan mengasuh Pondok Pesantren. Melainkan juga mengerti dan menguasai, juga peka dengan problem nasional masa kini.
Lebih dari 500 ulama Indonesia berkumpul di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur selama tiga hari, mulai 11-13 Juli 2023. Kehadiran para ulama ini bertujuan membahas tantangan kebangsaan dan keumatan di Indonesia, dalam acara Halaqah Ulama Nasional.
Agenda Halaqah disebut sebagai forum bagi ulama-ulama, untuk mendiskusikan tantangan peradaban baru dan menghasilkan solusi, melalui metode dan tradisi keislaman Indonesia yang inklusif.
RMI PBNU menegaskan, dinamika Islam di Indonesia sering dikooptasi oleh kepentingan pragmatis menggunakan sentimen identitas. Hal itu dapat memicu perpecahan umat yang dapat berpengaruh pada jiwa nasionalisme.
“Halaqah Ulama Nasional ini menyiapkan jalan tatanan peradaban baru yang adil, harmonis dan menjunjung tinggi kesetaraan dan martabat umat manusia. Dalam acara ini akan muncul banyak gagasan strategis yang dibahas,” ujar dia.