REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembakaran Alquran yang dilakukan oleh seorang pria asal Irak di depan sebuah masjid di Stockholm, Swedia, pekan lalu telah memantik reaksi dari dunia Islam. Negara-negara Islam mengecam tindakan Islamofobia yang dilakukan oleh pria bernama Salwan Momika itu.
Bahkan, negara asalnya, Irak, menginginkan agar Swedia menyerahkan Salwan Momik untuk diadili secara tegas atas aksi Islamofobia yang dilakukannya. Dalam aksinya, pemuda itu merobek beberapa halaman salinan Alquran dan membakarnya dengan tujuan mengkritik Islam. Ia pun memperkenalkan diri sebagai ateis sekuler di media sosial. Lalu apa yang harus dilakukan umat Muslim Indonesia menyikapi kasus perobekan Alquran di Swedia?
Ketua Umum Pimpinan Pusat PERSIS (Persatuan Islam) yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Jeje Zaenudin mengatakan reaksi kemarahan Umar Muslim atas kasus pembakaran Alquran di Swedia menunjukan kecintaan umat Muslim terhadap Alquran. Sebab sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW bahwa diantara ciri keimanan adalah cinta karena Allah dan marah pun karena Allah.
Oleh karena itu menurut kiai Jeje apabila tidak ada reaksi kemarahan atas kemunkaran yang berupa penghinaan atas simbol kesucian agama seperti perobekan Alquran di Swedia maka sama artinya sudah tidak punya keiman kepada agamanya sendiri.
Karena itu, menurut kiai Jeje, sebagai bentuk kecintaan terhadap Alquran yang merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, maka menurutnya patut bagi seorang Muslim marah dan protes atas penghinaan terhadap Alquran seperti yang dilakukan oleh Salwan Momik di Swedia. Ia menjelaskan protes terhadap perobekan Alquran di Swedia dapat dilakukan secara perorangan, kelembagaan, bahkan secara resmi oleh Pemerintah Indonesia.
Kendati demikian menurutnya umat Muslim tidak boleh membalas perbuatan buruk dengan keburukan. Karena itu tidak boleh membalas aksi perobekan Alquran yang dilakukan oleh Salwan Momik di Swedia dengan membakar kitab suci agama lainnya.
"Namun demikian, karena kemarahan kita karena Allah, tentu tidak boleh dengan cara dan tindakan yang tidak terpuji. Kita dilarang oleh agama kita membalas keburukan dengan keburukan lagi, dilarang membalas bembakaran Al Quran dengan membakar Kitab Suci agama lain, tetapi balas keburukan dengan cara yang terpuji dan terhormat," kata kiai Jeje kepada Republika.co.id pada Selasa (4/07/2023).
Lebih lanjut kiai Jeje mengatakan bahwa Alquran dengan jelas mengajarkan umat Islam untuk menolak perbuatan buruk dengan cara yang baik. Sebagaimana terdapat dalam surat Al Fussilat ayat 34:
وَلَا تَسْتَوِى ٱلْحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُ ۚ ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌ
Artinya: Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Maka dari itu menurut kiai Jeje yang harus dikecam adalah pelaku perobekan Alquran dan juga pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya hal itu.
Yang harus dikecam, diprotes, dan dikutuk, adalah mereka yang jadi pelaku penghinaan dan pihak pihak yang bertanggung jawab, bukan agama dan kitab suci mereka yang mereka anut. Islam justru mengajarkan untuk mengimani dan memuliakan semua kitab yang dibawa para nabi sebelum nabi Muhammad.
"Kita diperintahkan objektif dan adil dalam menyikapi segala hal. Adalah dua hal berbeda antara pemikiran dan perbuatan pemeluk agama dengan kitab suci agama yang dianutnya. Tidak mungkin kitab suci yang benar dari Tuhan mengajarkan kekejian dan penghinaan kepada kitab suci yang lain," katanya.