REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan seluruh pejabat yang punya posisi di dalam pemerintahan untuk tidak menimbulkan proses konflik politik keras. Ini dia sampaikan saat ditanya soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang cawe-cawe atau ikut campur dalam gelaran Pemilu 2024.
Haedar menyampaikan, pesan tersebut kepada seluruh pejabat baik yang di eksekutif mulai dari presiden sampai gubernur walikota bupati, maupun legislatif ketua DPR, MPR, dan tentu juga yang di lembaga-lembaga yudikatif bahkah di Mahkamah Konstitusi.
"Pemilu ini bukan sekadar luber jurdil, bermartabat dan berdaulat dalam konteks kemandirian, tapi juga tidak menimbulkan proses konflik politik yang keras, akibat dari tidak bisa menahan posisi dan menahan keterlibatan di dalam proses politik," kata Haedar di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (23/6/2023).
Haedar menuturkan, Muhammadiyah juga berpesan agar jangan sampai ada penyalahgunaan kekuasaan. Untuk itu, dia mengimbau kepada seluruh institusi pemerintahan dalam eksekutif, legislatif, dan yudikatif termasuk di dalamnya TNI Polri untuk bisa memosisikan diri dalam mengawal pemilu sebagai pemimpin yang adil.
"Siapa pun yang jadi presiden dan wakil presiden, dia harus milik semua golongan. Dari manapun dia dicalonkan dan nanti mungkin berkoalisi tapi dia harus jadi negarawan yang mengutamakan kepentingan politik kebangsaan dan kenegaraan. Jangan mengurus urusan yang menjadi pendukungnya. Ini penting," ujarnya.
Selanjutnya, Haedar mengungkapkan, dalam konteks kenegaraan, capres cawapres yang terpilih nantinya harus berorientasi politik dan patokannya harus Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan cita-cita kenegaraan.
"Harus menjadi figur yang membawa kemajuan Indonesia di tengah persaingan, baik regional maupun global yang kemajuan itu bukan hanya bersifat pragmatis ekonomi, tapi juga kemajuan yang bersifat menyeluruh," kata dia.