Kamis 22 Jun 2023 18:02 WIB

Muhammadiyah: Terlalu, Bila Capres Pemilu 2024 Hanya Dua Pasang!

Capres 2024 Jangan Dua pasang Karena Seperti Memilih Soal Benar Salah

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Subarkah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekum PP Muhammadiyah Abdul Muti.
Foto: Muhammad subarkah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekum PP Muhammadiyah Abdul Muti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof DR Abdul Mu'ti menyatakan jumlah pasangan capres 2024 mendatang jangan sampai dua pasang. Ini dia sampaikan saat media gathering bersama pimpinan media massa yang digelar di kantor PP Muhammadiyah, Kamis (22/6/2023).

"Publik harus diberi opsi. Jangan dua pasang. Dua itu seperti memilih soal B (benar) atau S (salah). Tapi memang, kita gak bisa melampaui, karena kewenangan itu ada di partai politik," tuturnya.

Bernada kelakar, Mu'ti menyampaikan, di negara ini sekarang ada sembilan parpol yang menentukan. Jadi tidak hanya sembilan hakim Mahkamah Konstitusi saja yang menentukan arah kebijakan negara, tetapi juga di legislatif pun ditentukan oleh sembilan parpol.

"Kita ini sering kali dalam demokrasi mengalami masalah serius ketika parpol tidak jadi pondasi kuat untuk menjamin demokrasi dan keberlanjutan negara," ungkap Mu'ti.

Mu'ti juga mengatakan parpol-parpol harus menyerap banyak aspirasi dari masyarakat, agar sosok yang dicalonkan oleh parpol itu tidak hanya yang itu-itu saja dan ada wajah baru.

Menurutnya, sungguh keterlaluan jika Pilpres 2024 mendatang kembali hanya ada dua pasang. "Kalau kata Bang Haji Rhoma Irama, terlalu!" kata Mu'ti.

Parpol-parpol, lanjut Mu'ti, harus diberi masukan atau input supaya tidak melulu soal kekuasaan tetapi juga soal kedaulatan negara karena ini penting.

Dia juga menyampaikan, Muhammadiyah berkali-kali menyampaikan bahwa sistem tata negara Indonesia perlu ditinjau ulang dan ini sudah disampaikan sejak 2014 melalui keputusan tanwir saat itu.

"Misalnya juga soal perlunya mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, meski tidak dengan fungsi yang sama persis dengan Undang-Undang Dasar 1945," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement