Syekh Syamsuddin pula yang selalu mengingatkan Muhammad Al-Fatih mengenai hadits Rasulullah SAW mengenai penaklukan Konstantinopel. Sejak itu Sultan Muhammad Al-Fatih bertekad untuk menaklukkan Konstantinopel.
Hadits yang dimaksud ini berbunyi, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335).
Adapun upaya yang dilakukan Sultan Mehmed II untuk membebaskan Konstantinopel terjadi sejak awal April 1453.
Bersama pasukannya, dia mencoba untuk melemahkan perlawanan, baik dengan meriam besar maupun serangan langsung.
Di hari puncak pertempuran atau pada 29 Mei itu, tentara Utsmani melancarkan serangan terakhir, yang mana diawali oleh infanteri dan diikuti oleh tentara Anatolia. Ketika 300 tentara Anatolia terbunuh, Janissari memulai serangan mereka.
Dengan kehadiran Sultan Mehmed II, pasukan Utsmaniyah semakin termotivasi dan pertarungan tangan kosong pun dimulai.
Seorang prajurit muda, Ulubatli Hasan, yang pertama kali mendirikan bendera Kesultanan Utsmani di dinding tanah Bizantium mati syahid.
Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh
Setelah mendobrak pintu masuk, pasukan Janissari berhasil memasuki lingkungan Belgradkapi dan bertempur sengit di Edirnekapi, yang akhirnya pertahanan Bizantium pun runtuh. Kaisar Konstantin terbunuh dalam pertempuran jalanan ini.
Selanjutnya, pasukan Utsmani berhasil masuk dari segala penjuru arah dan menghancurkan pertahanan Bizantium sepenuhnya.
Menjelang siang, Sultan Mehmed II memasuki kota dan langsung pergi ke Gereja Katedral Haghia Sophia, memberi perintah untuk mengubahnya menjadi Masjid.
Setelah perang itu, nama Konstantinopel pun diubah menjadi “Islambool” yang artinya “masuk Islam sepenuhnnya” atau “Islam secara keseluruhan”.