REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Allah SWT melarang umat manusia untuk melakukan hubungan seksual menyimpang dan menjadi lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT). Barang siapa yang melanggarnya maka akan diazab.
Lantas bagaimana melihat fenomena yang terjadi dengan banyaknya pelaku LGBT yang terang-terangan muncul di publik namun 'terbebas' dari adzab. Mengapa Allah SWT tak turunkan adzab kepada mereka saat ini?
Saking terang-terangan dan kurang ajarnya kaum LGBT kepada Allah SWT, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA Narukan, Rembang, Jawa Tengah, KH Bahauddin Nursalim, atau yang akrab disapa Gus Baha menceritakan bahwa ketika mereka diancam kiai-kiai bahwa pada masa lalu kaum gay itu disiksa seperti kaumnya Nabi Luth, kaum LGBT masa kini santai saja. Mereka berdalih bahwa nyatanya sampai sekarang puluhan tahun mereka tidak disiksa.
"Itu berarti (mereka/kaum LGBT) tertipu oleh sifat hilm-nya Allah SWT. Saya terangkan, barang maksiat tetap maksiat, termasuk gay dan lesbian," kata dia dikutip dari ceramahnya di Youtube, Senin (29/5/2023).
Hanya saja, kata Gus Baha, khusus umatnya Nabi Muhammad SAW, diterangkan dalam hadits sahih bahwa di antara keistimewaan Rasulullah adalah umatnya tidak langsung disiksa ketika melakukan maksiat seperti umat-umat Nabi terdahulu. "(Maka) kalau kamu (LGBT) menunggu disiksa, nanti disiksa," kata Gus Baha.
Allah SWT berfirman dalam Alquran surat As Syuara ayat 165-166,
أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas."
Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis mengatakan bagi pihak yang mendukung kelompok tersebut sama saja dosanya dengan pelaku perbuatan maksiat yang melakukan aktivitas LGBT. Hal ini dikuatkan oleh dalil di bawah ini:
وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Dan barangsiapa yang mencontohkan sunnah yang buruk di dalam Islam maka baginya dosa dan dosa yang mengerjakan sunnah yang buruk tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa sedikitpun pelakunya." HR Muslim (no 1017), Tirmidzi (no 2675) dan An Nasa-i (no 2554).
Kedua dalam surat Al Maidah ayat kedua:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS Al Maidah ayat 2)