REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH — Ribuan jamaah Muslim beribadah di Masjid Al Aqsa Yerusalem pada Rabu malam di awal Ramadhan. Pemerintah Israel pun menerjunkan lebih banyak polisi di lokasi daripada biasanya, dengan jumlah yang diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 2.000 orang untuk sholat Jumat.
Bulan suci Ramadhan secara historis merupakan periode ketegangan dalam konflik Palestina-Israel.
Pada Senin (20/3/2023), Israel mengeluarkan aturan bagi warga Palestina dari Tepi Barat dan Gaza yang diduduki untuk berdoa di Al Aqsa.
Wanita memiliki akses ke kompleks tanpa izin. Anak laki-laki di bawah usia 12 tahun dan di atas 55 tahun dapat bepergian tanpa izin. Aturan yang lebih ketat berlaku untuk mereka yang datang dari Gaza.
Pihak berwenang mengatakan langkah-langkah itu akan dinilai kembali sepanjang bulan. Pada Kamis (23/3/2023), otoritas penjara Israel bersiap untuk mempersiapkan aksi mogok makan massal selama Ramadan di antara narapidana Palestina di penjara Israel.
Mereka memprotes kebijakan yang didorong oleh Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir, yang termasuk menghentikan warga Palestina yang ditangkap atas tuduhan keamanan untuk membuat roti mereka sendiri dan membatasi waktu mandi.
Pada Rabu pagi, pasukan Israel melancarkan serangan ke kota-kota dan desa-desa sekitarnya di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Ramallah, Nablus, Jericho, dan Yerusalem. Outlet Israel dan Palestina melaporkan bahwa 26 penangkapan dilakukan.
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
Kehadiran polisi yang meningkat di Yerusalem terjadi ketika ketegangan di kompleks Al Aqsa meningkat atas perilaku beberapa anggota pemerintah baru Israel yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pada Januari, Mr Ben-Gvir mengunjungi situs tersebut di bawah pengamanan ketat. Dia mengatakan di Twitter bahwa itu "terbuka untuk semua", menuai kecaman di dalam negeri dan luar negeri. Area yang meliputi kompleks Masjid Al Aqsa juga disakralkan dalam Yudaisme.
Juga pada Januari, polisi Israel mencegah duta besar Yordania untuk mengakses situs tersebut, kemudian mengatakan bahwa petugas mereka tidak mengenali Ghassan Majali dan bahwa dia tidak mengajukan izin. Majali akhirnya pergi sebagai protes.
Pada hari Rabu, parlemen Yordania merekomendasikan pengusiran duta besar Israel untuk kerajaan tersebut, sebagai tanggapan atas komentar Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich.
Mr Smotrich mengatakan warga Palestina adalah "penemuan sejarah" dan berdiri di depan spanduk yang menggambarkan bendera Israel yang menutupi wilayah Yordania dan Palestina.
Sumber: thenationalnews