REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Iblis mengganggu kalangan ulama dengan cara-cara yang di luar nalar. Mereka justru menjadikan ilmu jalan untuk menyesatkan para ulama.
Dikutip dari buku Talbis Iblis yang ditulis Ibnu Qayyim Jauzi, diterbitkan Maktabah Al-Madani Kairo 1983, dan diterjemahkan serta diterbitkan ulang Pustaka Al-Kautsar 2010, diijelaskan bahwa Iblis menyusup ke dalam diri mereka sambil membawa syubhat dengan cara yang pintar, seraya berkata, "Yang kalian cari adalah ketinggian kedudukan dan bukan takabur, karena kalian adalah para pembawa syariat. Yang kalian cari adalah kemuliaan agama dan memberantas ahli bidah. Jika kalian membicarakan orang-orang yang dengki, akan menimbulkan kemarahan terhadap syariat. Sebab para pendengki itu suka mencela siapapun yang menghadapi mereka. Jadi apa yang kalian kira sebagai riya, sama sekali bukan riya. Sebab siapa pun di antara kalian akan menjadi panutan, sekalipun dia hanya berpura-pura khusyu dan pura-pura menangis, sebagaimana dokter yang menjadi panutan orang yang sakit."
Talbis (penyesatan) Iblis ini baru terungkap, jika ada seseorang di antara mereka yang bersikap sombong kepada yang lain atau menampakkan kedengkian kepadanya.
Maka ulama itu tidak marah kepadanya seperti kemarahannya jika kesombongan atau kedengkian itu tertuju kepada dirinya, sekalipun mereka semua termasuk dalam jajaran ulama.
Iblis juga memperdayai orang-orang yang menekuni ilmu, sehingga mereka senantiasa berjaga pada malam hari dan tekun pada siang hari dalam menyusun kitab. Iblis membisikkan kepada mereka bahwa maksud perbuatan ini adalah menyebarkan agama.
Padahal maksud mereka yang sesungguhnya adalah agar namanya terkenal dan statusnya sebagai penulis menjadi tenar.
Talbis Iblis ini tersingkap, tatkala orang-orang memanfaatkan karangannya dan membacanya, sementara karangan orang lain tidak dibaca, maka dia merasa senang, sekalipun memang tujuannya untuk menyebarkan ilmu.
Di antara orang salaf ada yang berkata, “Apapun ilmu yang aku miliki, lalu ada yang memanfaatkannya, sekalipun tanpa menisbatkannya kepada diriku, maka aku merasa senang.”
Di antaranya ada yang merasa senang karena banyak pengikutnya. Iblis menciptakan talbis bahwa kesenangan ini karena banyaknya orang yang mencari ilmu.
Padahal dia senang karena banyak yang menyebut nama dirinya. Dia merasa ujub karena ilmu yang mereka dapat ditimba darinya.
Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah
Talbis Iblis ini terungkap ketika ada di antara mereka ada yang memisahkan diri darinya lalu bergabung dengan ulama lain yang lebih tenar darinya, maka dia merasa berat hati.
Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah
Yang demikian ini bukan merupakan sifat orang-orang yang tulus dalam mengajarkan ilmu. Perumpamaan orang yang tulus dalam mengajar ialah seperti para dokter yang mengobati beberapa pasien karena Allah SWT. Jika sebagian pasien itu ada yang sembuh, maka yang lain merasa senang.
Ada para ulama yang selamat dari talbis Iblis yang nyata. Tetapi Iblis tetap mendatangi mereka dengan talbisnya yang tersembunyi, seraya berkata kepadanya, "Aku tidak pernah bertemu seseorang seperti dirimu." Jika ulama itu senang dengan ucapan semacam ini, maka dia telah melakukan kesalahan. Jika tidak senang, berarti dia telah selamat.
As-Sari As-Saqathi berkata, "Andaikan seseorang memasuki sebuah kebun yang di dalamnya ada semua pepohonan yang diciptakan Allah, ada semua burung yang diciptakan Allah, lalu makhluk-makhluk itu berkata kepadanya dengan bahasanya masing-masing, "Wahai wali Allah." Lalu dia merasa senang mendengarnya, maka dia menjadi tawanan di tangan makhluk-makhluk itu."