Jumat 10 Mar 2023 01:26 WIB

Antrean Haji di Jatim Capai 35 Tahun, Kuota Diatur Merata dan Berkeadilan

KBIH mempunyai peran strategis dalam membina jamaah haji dan umrah saat ini.

Diskusi publik bertajuk Biaya Haji Menjaga Nilai Manfaat Berkeadilan dan Berkelanjutan.
Foto: Dok Republika
Diskusi publik bertajuk Biaya Haji Menjaga Nilai Manfaat Berkeadilan dan Berkelanjutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antrean daftar tunggu jamaah calon haji di Jawa Timur sudah mencapai 35 tahun. Kantor Wilayah Kementerian Agama Jatim melakukan berbagai upaya untuk mengatasi waktu antrean pergi haji yang sangat lama itu.

"Antrean untuk Jawa Timur cukup panjang, yakni 35 tahun. Ada beberapa pendekatan yang dilakukan Kemenag, yang pertama menata kuota secara merata maupun berkeadilan, sebab terjadi kesenjangan yang cukup tinggi terkait kuota haji di Indonesia, Contoh di Sulawesi Selatan masa tunggu 48-49 tahun, di Papua 10 tahun," ujar Kabid PHU (Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umroh) Kanwil Kemenag Jatim, Abdul Haris. 

Haris mewakili Kepala Kanwil Kemenag Jatim, Husnul Maram, berbicara mengenai antrean jamaah calon haji itu di diskusi publik bertajuk 'Biaya Haji Menjaga Nilai Manfaat Berkeadilan dan Berkelanjutan'. Diskusi digelar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersama Kanwil Kemenag Jatim di Surabaya.

Menurut Haris, ada pula pendekatan amanat UU no 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh, yang menyebut setiap 1.000 penduduk Muslim ada satu kuota haji. "Lalu pendekatan dengan masa tunggu atau jumlah pendaftar di Indonesia, yang mana ada 5.118.000 jamaah, dan di Jawa Timur ada 1.116.000 pendaftar haji," kata dia. 

Anggota Badan Pelaksana BPKH, Harry Alexander, mengatakan diskusi digelar sebagai bagian dari sosialisasi BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji) yang telah ditetapkan pemerintah bersama DPR. Sosialisasi digencarkan untuk memberikan awareness, pengetahuan, dan literasi bagaimana proses penentuan BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji). 

"Dan bagaimana kita berusaha mendorong pengeluaran keuangan haji yang berkelanjutan dan berkeadilan, tidak hanya memikirkan saat ini, tapi juga masa mendatang," ujarnya. 

Nilai BPIH tahun ini ditetapkan sebesar Rp 90.050.637,26. Komposisinya terdiri dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji yang ditanggung jemaah sebesar Rp 49.812.700,26 (55,3 persen), dan untuk penggunaan nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji sebesar Rp 40.237.937 (44,7 persen). 

Sebelumnya, BPKH juga menggelar kegiatan serupa di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/3/2023). Saat itu, para pembimbing haji dan KBIHU yang hadir turut diajak untuk menyosialisasikan biaya haji berkeadilan dan berkelanjutan kepada para jamaah. 

Ketika memberi sambutan secara virtual, Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan kinerja keuangan pengelolaan dana haji. Hal ini agar dapat memberikan nilai manfaat yang optimal dan senantiasa menjaga prinsip-prinsip syariah, kehati-hatian, nirlaba, transparan, serta akuntabel. 

"Setelah penentuan biaya ibadah haji tersebut, alangkah baiknya kita turut mengawal ikhtiar para jamaah yang masih menunggu giliran antre untuk berangkat haji," tutur Fadlul. "Memberikan pemahaman dari sudut pandang hukum fiqih, dimana umrah tidak menggugurkan kewajiban berhaji. Sehingga niat terus berhaji tentunya akan lebih menyempurnakan keimanan bagi seorang Muslim." 

Menurut dia, pembimbing haji dan KBIH mempunyai peran strategis dalam membina jamaah haji dan umrah saat ini. Selain besarnya jumlah jamaah yang dibina, juga kedekatan emosional yang dimiliki KBIHU menjadi modal untuk dapat mengarahkan jamaah haji kearah pembinaan manasik yang lebih. 

"Sehingga informasi tentang penyelenggaraan ibadah haji dan pengelola keuangan haji yang berkeadilan dan berkelanjutan juga akan lebih terdiseminasi kepada seluruh calon jamaah haji baik yang berangkat pada tahun berjalan maupun yang masuk ke dalam waiting list," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement